BARAK.ID – Fenomena menarik tengah terjadi di Makassar saat ini. Kue tradisional khas suku Bugis–Makassar, Apang Bugis atau yang sering disebut Apem oleh masyarakat Jawa, kembali menarik perhatian dan tengah menjadi tren di kota ini.
Kue Apang Bugis Kuliner Khas Makassar
Kue dengan komposisi tepung beras dan gula aren ini memiliki ciri khas warna kecoklatan. Berbagai bentuk, mulai dari segitiga hingga kotak, menjadi pilihan tampilan Apang Bugis yang dikukus hingga matang. Tambahan parutan kelapa segar menjadikannya semakin lezat, menambah rasa manis yang pas dan sensasi gurih yang memanjakan lidah.
Biasanya, masyarakat Makassar menikmatinya dengan secangkir kopi atau teh di pagi hari. Teksturnya yang lembut dan rasa manis yang pas menjadikan kue ini sebagai pilihan favorit sebelum memulai aktivitas hariannya.
Kasma, pemilik kedai Apang Bugis yang berlokasi di Kecamatan Parangtambung, mengungkapkan rasa optimisnya dengan kembali populernya kue ini. “Belum lama saya berjualan di sini, tapi animo masyarakat sangat tinggi,” ungkapnya. Menariknya, beberapa waktu lalu, Apang Bugis sempat terlupakan dan kalah saing dengan kue-kue modern lainnya. Namun, kini, kue ini kembali mendapatkan tempat di hati masyarakat.
Baca Juga: 11 Solusi Alami Mengecilkan Pori-pori Wajah untuk Kulit Lebih Sehat
Harga yang terjangkau juga menjadi daya tarik tersendiri. Dengan seribu rupiah saja, seseorang sudah dapat menikmati kelezatan Apang Bugis. Salah seorang pelanggan setia, Sahabuddin, mengaku hampir setiap hari datang untuk membeli kue ini. “Paling enak dinikmati dengan kopi hitam tanpa gula. Perpaduannya sangat pas,” puji Sahabuddin.
Namun, siapa sangka bahwa kue sederhana ini memiliki sejarah dan makna yang mendalam bagi masyarakat Bugis-Makassar? Pada era 1960-an, Apang Bugis adalah kue yang hanya bisa ditemukan saat ada acara-acara penting di perkampungan. Kehadirannya melambangkan harapan bagi masyarakat agar kehidupan mereka tenteram dan aman. Ia menjadi bagian dari prosesi sakral dan dinilai memiliki makna mendalam.
Dalam buku “Calabai, Perempuan dalam Tubuh Lelaki” karya Pepi AL-Bayqunie, disebutkan tentang ritual Songka’ Bala yang dilakukan oleh para bissu di Segeri, Pangkep. Ritual ini bertujuan untuk mengusir wabah penyakit. Selain ayam yang disembelih dan nasi berwarna, beberapa penganan khas Bugis turut disajikan, dan tentu saja, Apang Bugis menjadi salah satu yang utama.
Baca Juga: Dari Ombus-ombus hingga Pohul-Pohul, Inilah 5 Kuliner Tradisional Sumut yang Wajib Disantap
Tidak hanya itu, kue ini juga kerap hadir dalam berbagai acara penting lainnya bagi masyarakat Suku Bugis, seperti Menre’ Bola yang merupakan acara meminta perlindungan dan keselamatan saat menghuni rumah baru. Begitu juga dalam acara pernikahan dan aqiqah, Apang Bugis selalu hadir menyemarakkan suasana.
Tren yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa tradisi dan modernitas dapat berjalan beriringan. Apang Bugis, sebuah kue tradisional, mampu menunjukkan keunikan dan keotentikannya di tengah derasnya arus modernisasi. Di Makassar, kini kue ini tidak hanya menjadi bagian dari sejarah, namun juga bagian dari keseharian masyarakatnya. (*)