JAKARTA, BARAK.ID – Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang memecat Anwar Usman dari posisi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) telah memicu debat publik. Pemberhentian tersebut merupakan puncak dari serangkaian peristiwa yang menarik perhatian khusus terhadap proses kandidatur Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Jokowi, sebagai calon wakil presiden.
Yunarto Wijaya Kritik Proses Kandidatur Gibran Rakabuming Sebagai Cawapres
Dalam penilaian yang tajam, Direktur Charta Politika, Yunarto Wijaya, menyoroti proses yang diklaimnya ‘dangkal dan tidak pantas’ yang mengantarkan Gibran ke jalan menjadi cawapres. Yunarto mengungkapkan pandangannya dalam sebuah segmen di Metro TV, menegaskan bahwa berbagai kejanggalan telah terjadi dalam proses tersebut.
“Kita lihat kritik ini datang dari pakar hukum tokoh yang merasa bahwa kejanggalan ini bahkan di level kewarasan mengenai ketidakpantasan. Dan hari ini tentang kejanggalan itu sudah terjustifikasi,” kata Yunarto Wijaya, mempertanyakan legitimasi proses politik yang terjadi.
Tuduhan kejanggalan tersebut berkaitan dengan putusan MK yang memperbolehkan calon presiden dan wakil presiden di bawah 40 tahun asalkan pernah menjabat sebagai kepala daerah, suatu syarat yang langsung menguntungkan Gibran Rakabuming yang saat ini berusia 36 tahun. Yunarto mengkritik bahwa keputusan ini menunjukkan pelanggaran hukum berat, yang seakan dibuat untuk memfasilitasi ambisi politik Gibran.
Baca Juga: Anwar Usman Dicopot, Mahfud MD Puji MKMK
“Keputusan hukum dari MKMK yang mengatakan itu full ada pelanggaran hukum berat yang dilakukan ipar anda, untuk anak anda ketika kemudian maju jadi Cawapres,” ujar Yunarto, menyoroti konflik kepentingan yang mengintai proses demokrasi.
Kritik Yunarto ini bukan hanya sekadar menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap hasil putusan, tetapi juga menyerukan pertanyaan tentang etika dan keadilan dalam praktik politik di Indonesia. Dia menuturkan bahwa proses yang ‘dangkal dan tidak pantas’ tidak seharusnya menjadi dasar untuk kandidatur posisi sepeninggi cawapres. (*)