Barak.id – Real Madrid tengah menjalani awal musim yang nyaris tanpa cela di bawah kendali Xabi Alonso. Enam laga, enam kemenangan, dengan catatan produktif 12 gol dan hanya tiga kali kebobolan, sebuah start yang memberi kesan bahwa Los Blancos siap menancapkan dominasi. Namun, menariknya, Alonso yang baru berusia 43 tahun justru menolak larut dalam euforia.
Sebagai pelatih muda yang baru memimpin raksasa sebesar Madrid, Alonso tidak mau terjebak dalam angka-angka manis di papan klasemen. Ia menekankan bahwa hasil gemilang ini hanyalah bagian dari proses panjang membangun tim.
“Kami masih terus melaju dan realistis di tahap ini. Hasil ini membantu memberi kepercayaan diri, tapi tim harus bermain kolektif agar semua mendapat keuntungan,” ujarnya dalam pernyataan resmi klub.
Pernyataan itu memperlihatkan sisi lain Alonso, seorang peramu taktik yang lebih memilih membicarakan kerja kolektif ketimbang sorotan individu. Dalam filosofi mantan gelandang elegan ini, harmoni tim jauh lebih penting ketimbang sekadar pesta gol.
Meski performa awal musim Madrid terlihat seperti mesin yang sudah dipoles sempurna, Alonso tahu benar bahwa musim panjang tidak hanya soal bagaimana mengawali, melainkan bagaimana konsistensi dijaga hingga akhir.
Madrid akan kembali turun ke lapangan tengah pekan ini menghadapi Levante di Ciutat de Valencia. Kick-off dijadwalkan Rabu (24/9/2025) dini hari pukul 02.30 WIB.
Modal mereka jelas kuat. Dua laga terakhir disapu bersih dengan kemenangan plus catatan clean sheet.
Namun, seperti biasa, Alonso memilih sikap berhati-hati. Melawan tim papan menengah yang punya motivasi tinggi, ia sadar satu kelengahan bisa menjadi bumerang.
Realitas yang Dipegang Teguh
Dalam sepak bola, kemenangan beruntun sering kali membuat publik terbuai.
Tetapi Alonso justru mengingatkan bahwa jalan Madrid masih panjang. Ia tahu, di balik sorak-sorai suporter, ada tuntutan yang lebih besar: menjaga konsistensi dan menghindari jebakan percaya diri berlebihan.
Real Madrid memang sedang dalam jalur sempurna, tetapi Xabi Alonso ingin pasukannya berpijak pada realitas. Ia seolah berkata, “Liga bukan ditentukan di bulan September, tapi di bulan Mei.”
Dan di situlah perbedaan Alonso, pelatih muda yang sudah paham bahwa trofi hanya dimenangkan oleh tim yang tahu kapan harus merayakan, dan kapan harus menundukkan kepala. (*)
