SINGAPURA, BARAK.ID – Menggema di kancah sepak bola Singapura, Fandi Ahmad, tak hanya sekedar nama. Dibalik serangannya yang mematikan, terdapat kisah inspiratif dari seorang anak penjual nasi lemak yang menolak tawaran dari raksasa Eropa, Ajax, untuk berlaga di tanah air nenek moyangnya, Indonesia.
Kisah Fandi Ahmad
Pada era akhir 1970-an hingga awal 1980-an, dunia bola Singapura dihebohkan dengan kehadiran penyerang muda berbakat, Fandi Ahmad. Memulai kiprahnya di Singapura FA pada 1979, Fandi yang awalnya merupakan gelandang, digeser ke posisi penyerang oleh pelatih Jita Singh. Hasilnya? Luar biasa. Pada debutnya di Piala Malaysia 1980, Fandi mencetak 8 gol dan memberikan gelar juara bagi Singapura FA.
Baca Juga: Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan Melaju ke Semifinal Arctic Open 2023
Ketenarannya tak hanya terbatas di Asia. Klub-klub Eropa pun mulai melirik, salah satunya adalah Ajax Amsterdam. Tak tanggung-tanggung, klub raksasa Belanda ini menawarkan kontrak tiga musim setelah Fandi menghabiskan tiga hari trial di bawah asuhan pelatih legendaris, Johan Cruyff. Namun, secara mengejutkan, Fandi menolak tawaran tersebut dan memilih bermain untuk Niac Mitra di Liga Indonesia. Di sana, Fandi semakin memperlihatkan taringnya dengan meraih gelar Galatama dan menjadi top skor dengan torehan 13 gol.
Namun, takdir membawa Fandi kembali ke Eropa, kali ini bersama FC Groningen pada tahun 1983. Meski harus absen karena cedera, debut Fandi bagi Groningen terbilang memukau. Dua golnya menghancurkan Go Ahead Eagles dengan skor 2-0. Hanya berselang tiga hari, Fandi mencetak dua gol lagi, kali ini atas Inter Milan di Piala UEFA. Prestasinya di Groningen melambungkan namanya sebagai salah satu pemain paling populer, dengan raihan 10 gol dari 29 penampilan.