BARAK.ID – Pada pertengahan Juni 2024, gagasan dari Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, untuk memberikan bantuan sosial (bansos) kepada korban judi online memicu perdebatan sengit.
Korban Judi Online Tidak Layak Menerima Bansos!
Ide ini menimbulkan reaksi beragam dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat umum hingga pejabat tinggi negara seperti Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
Airlangga Hartarto dengan tegas menyatakan bahwa korban judi online tidak termasuk dalam kategori yang seharusnya mendapatkan bansos.
Menurutnya, tidak ada alokasi anggaran dalam APBN untuk tujuan tersebut.
“Korban judi online tidak layak menerima bansos karena tidak termasuk dalam kelompok penerima manfaat yang telah ditentukan. Anggaran yang ada harus digunakan sesuai dengan prioritas yang telah ditetapkan,” tegas Airlangga, dilansir Barak.id via Kompas.com, Jumat (21/6/2024).
Sementara itu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin juga menyatakan pendapatnya.
Ia menegaskan bahwa penerima bansos yang diketahui menggunakan bantuan untuk berjudi, termasuk judi online, harus segera dicabut dari daftar penerima.
“Penggunaan bansos untuk kegiatan berjudi sangat tidak dapat diterima. Hal ini bertentangan dengan tujuan utama dari pemberian bansos itu sendiri, yakni untuk membantu mereka yang benar-benar membutuhkan,” ujar Ma’ruf.
Menanggapi kontroversi ini, Muhadjir Effendy kemudian meralat pernyataannya.
Ia menjelaskan bahwa informasi yang beredar di media massa tidak sepenuhnya akurat dan cenderung dipotong-potong.
“Sebenarnya, yang menjadi sasaran penerima bansos bukanlah pelaku judi online, melainkan keluarga mereka yang terdampak. Pelaku judi harus ditindak secara hukum karena perbuatannya jelas merupakan tindakan pidana,” ungkap Muhadjir.
Menurut Muhadjir, bansos ini ditujukan untuk membantu keluarga, terutama istri dan anak-anak yang menjadi korban dari perilaku judi online.
Keluarga tersebut seringkali mengalami kerugian materi dan kesehatan mental yang serius, bahkan dalam beberapa kasus bisa berujung pada kematian.
“Keluarga yang menjadi korban harus dibantu karena mereka mengalami dampak yang sangat merugikan, baik secara ekonomi maupun psikologis,” lanjutnya.
Salah satu kasus tragis yang menyoroti dampak buruk judi online adalah kejadian di Mojokerto, Jawa Timur, pada 8 Juni 2024.
Seorang istri polwan, FN, membakar suaminya yang juga seorang polisi, RDW, hingga tewas.
FN melakukan tindakan tersebut karena marah suaminya menggunakan gaji untuk berjudi online.
Kasus ini menunjukkan betapa seriusnya dampak dari judi online terhadap keluarga.
Untuk memerangi judi online, pemerintah telah mengambil langkah tegas dengan membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Online melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 Tahun 2024 yang diterbitkan pada 14 Juni 2024.
Berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), dari 17 Juli 2023 hingga 21 Mei 2024, telah dihapus 1.904.246 konten judi online.
Baca Juga: Kode Morse Hamster Kombat 22 Juni 2024: Yang Lain Palsu!
Selain itu, sebanyak 5.364 rekening dan 555 dompet elektronik yang terkait dengan judi online telah diajukan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) untuk diblokir.
Kemenkominfo juga mencatat adanya 14.823 konten sisipan terkait judi online di situs lembaga pendidikan dan 17.001 konten di situs pemerintahan.
Namun, pertanyaan besar yang masih mengemuka adalah apakah layak memberikan bansos kepada korban judi online secara selektif seperti yang diusulkan oleh Menteri Muhadjir.
Banyak pihak yang meragukan keefektifan dan keadilan dari kebijakan ini.
Usulan pemberian bansos kepada korban judi online layak diperdebatkan dan memerlukan kajian lebih mendalam. (*)