BARAK.ID – Saka Tatal, salah satu tersangka yang sempat dipenjara dalam kasus pembunuhan Vina dan Eki di Cirebon, akhirnya mengungkapkan kisahnya setelah dibebaskan.
Cerita Saka Tatal: Disiksa Sampai Terpaksa Ngaku Dituduh Membunuh Vina Cirebon
Pemuda berusia 23 tahun ini menceritakan bagaimana dirinya menjadi korban salah tangkap dan mengalami berbagai bentuk penyiksaan selama proses penahanan.
Dalam sebuah wawancara, Sabtu (18/5/2024), Saka Tatal, didampingi oleh pengacaranya, Titin Prialianti SH MH, dengan jelas mengisahkan kejadian yang dialaminya.
“Saya ditahan 8 tahun, namun menjalani empat tahun kurang karena adanya remisi,” kata Saka kepada media.
Saat menceritakan kembali kejadian penangkapannya, terlihat Saka masih sangat trauma dan gemetaran.
Saka menjelaskan bahwa pada malam pembunuhan Vina dan Eki terjadi, ia berada di rumah bersama keluarganya.
“Saya ada di rumah waktu malam kejadian. Saya ada di rumah sama kakak saya, paman saya, dan teman-teman lainnya,” ungkapnya.
Namun, saat ia sedang mengisi bensin untuk sepeda motor pamannya di sebuah SPBU, ia tiba-tiba ditangkap oleh polisi tanpa penjelasan apapun.
Setibanya di kantor polisi, Saka mengalami penyiksaan berat.
“Saya langsung dipukuli, disiksa, sampai disetrum untuk mengakui sesuatu yang tidak pernah saya lakukan,” ujarnya.
Akhirnya, Saka mengaku terlibat dalam kasus tersebut karena tidak kuat menahan siksaan yang terus-menerus diberikan oleh aparat.
Pengacara Saka, Titin Prialianti, menjelaskan bahwa penangkapan kliennya penuh dengan rekayasa.
“Penanganan terhadap Saka memang penuh rekayasa dan ini sudah saya coba sampaikan sejak lama,” katanya.
Ia juga menyebut bahwa vonis penjara yang diberikan kepada Saka dan delapan tersangka lainnya tidak berdasar dan bertentangan dengan hasil visum terhadap korban.
Titin mengungkapkan bahwa dalam persidangan, terdapat banyak ketidaksesuaian antara tuntutan dan fakta visum.
“Hasil visum atau autopsi tidak menunjukkan adanya luka akibat tusukan benda tajam, sementara dalam tuntutan disebutkan korban meninggal karena tusukan di dada dan perut,” jelasnya.
Hal ini menunjukkan bahwa proses hukum yang dijalani oleh Saka dan tersangka lainnya sarat dengan ketidakadilan.
Pengakuan Saka Tatal dan klarifikasi dari pengacaranya menarik perhatian publik.
Banyak yang merasa simpati dan meminta agar kasus ini diselidiki ulang untuk mengungkap kebenaran yang sesungguhnya.
Masyarakat berharap bahwa keadilan dapat ditegakkan dan tidak ada lagi yang menjadi korban salah tangkap.
Saka Tatal mengisahkan bahwa saat ia sedang mengisi bensin untuk sepeda motor pamannya, tiba-tiba saja ia ditangkap oleh polisi tanpa penjelasan.
“Pas baru nyampe, sudah ada polisi. Saya datangin, niatnya cuma anterin motor, malah saya ikut ditangkap juga tanpa penjelasan apapun,” ungkapnya.
Kejadian ini membuat Saka bingung dan terkejut karena merasa tidak tahu menahu tentang pembunuhan yang dituduhkan kepadanya.
Sesampainya di kantor polisi, Saka menceritakan momen mengerikan yang dialaminya.
Ia dipukuli dan disiksa secara brutal oleh para penyidik.
“Saya disuruh mengakui apa yang bukan saya lakukan. Saya dipukuli, disiksa, dibejek segala macam sampai disetrum, yang mukulin anggota polisi semua,” kenangnya.
Akibat penyiksaan tersebut, Saka terpaksa mengaku terlibat dalam pembunuhan Vina.
Titin Prialianti, pengacara Saka, menambahkan bahwa kliennya masih sangat trauma akibat penyiksaan yang dialaminya.
“Saka gemetaran sekali saat menceritakan ini, dia masih trauma dengan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan,” kata Titin.
Trauma ini membuat Saka kesulitan untuk menjawab pertanyaan lebih lanjut tentang kasus tersebut.
Setelah pengakuan Saka dan klarifikasi dari pengacaranya dipublikasikan, banyak masyarakat yang memberikan dukungan moral.
Mereka berharap agar kasus ini diselidiki ulang dan kebenaran dapat terungkap.
“Kami ingin kasus ini diselidiki ulang agar tidak ada lagi korban salah tangkap seperti Saka,” tulis seorang netizen di media sosial.
Pengacara Saka, Titin Prialianti, berharap bahwa pihak berwenang akan memperhatikan bukti-bukti yang ada dan mengkaji ulang kasus ini.
“Kami berharap ada penyelidikan ulang dan keadilan bisa ditegakkan,” katanya.
Ia menegaskan bahwa proses hukum yang adil adalah hak setiap warga negara, dan kasus ini harus menjadi pelajaran bagi semua pihak agar tidak terjadi lagi ketidakadilan dalam penegakan hukum. (*)