BARAK.ID – Di tengah hiruk pikuk kota Palembang, Sumatera Selatan, terdapat kisah mengharukan dari seorang bocah SD yang rela mengorbankan masa kecilnya demi kelangsungan hidup keluarganya.
Kisah Perjuangan Rizky Aditya, Bocah SD Yatim-Piatu di Palembang, Berjualan Keripik demi Hidupi 3 Adiknya
Muhammad Rizky Aditya, yang akrab dipanggil Iki, merupakan sosok anak berumur 11 tahun yang berjuang keras menjalani hidup sebagai tulang punggung keluarga pasca kepergian ayahnya dan meninggalnya ibunya karena sakit.
Iki, yang kini duduk di bangku kelas 5 SD, tinggal bersama tiga adiknya yang masih belia dan neneknya di sebuah rumah kontrakan di Seberang Ulu 2, Palembang.
Setiap hari, setelah pulang sekolah, Iki menjajakan keripik, kerupuk, dan aneka makanan ringan lainnya hingga larut malam.
Dengan berjualan, Iki berusaha memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya, mulai dari makan, bayar kontrakan, hingga biaya sekolah adik-adiknya.
Kisah ini bermula ketika ibu Iki wafat pada 14 Januari 2024, setelah berjuang melawan penyakit liver dan jantung bocor.
Sejak itu, tanggung jawab besar jatuh pada bahu Iki.
“Sejak ibu sakit, Iki yang cari uang. Sekarang buat makan sehari-hari dan bayar sekolah adik,” ungkap Iki.
Iki memulai usaha kecil-kecilannya sejak duduk di kelas 3 SD.
Dengan tekad kuat, ia menjalani kehidupan yang jauh dari kata mudah.
Iki mengisahkan bagaimana ia berusaha keras agar adik-adiknya bisa merasakan kehidupan yang layak seperti anak-anak lain pada umumnya.
Tidak hanya sebagai kakak, Iki juga menjadi sosok pengganti orang tua bagi Aisyilla (5), Dani (3), dan Khalfi (2), adik-adiknya.
Dari hasil jualannya, Iki tidak lupa menyisihkan uang untuk kebutuhan dan kesenangan adik-adiknya, sebuah tindakan yang menunjukkan kasih sayang dan tanggung jawab yang besar dari seorang anak seusianya.
Produk UMKM yang dijualnya diambil dari sekitar tempat tinggalnya, yang kemudian dikemas dan dijual kembali dengan harga Rp 7.000 per bungkus.
Meski keuntungan yang diperoleh tidak tetap, semangat Iki untuk berjualan tidak pernah pudar.
Di sisi lain, Iki juga menyimpan harapan agar ayahnya, yang meninggalkan mereka saat ibunya sakit parah, dapat kembali dan berkumpul seperti sedia kala.
Kisah Iki bukan hanya tentang perjuangan hidup, melainkan juga tentang harapan, kekuatan, dan cinta kepada keluarga.
Nenek Iki, Sa’adah, menyampaikan kekagumannya terhadap cucunya itu, meski di dalam hatinya terdapat kepedihan melihat cucunya harus berjuang di usia yang sangat muda.
Baca Juga: Speedboat Pembawa Jasad Bayi Tabrak Ketek: 3 Tewas, 5 Luka dan Jenazah Bayi Hilang
Sa’adah selalu mengingatkan Iki untuk berhati-hati saat berjualan dan mengutamakan pendidikan sebagai jalan keluar dari kesulitan hidup yang mereka alami.
Kisah Iki adalah cermin dari realitas kehidupan banyak anak di Indonesia yang harus mengambil alih tanggung jawab sebagai pencari nafkah keluarga di usia dini.
Melalui kisahnya, Iki mengajarkan tentang keberanian, ketegaran, dan pentingnya keluarga, sembari tetap memimpikan masa depan yang lebih cerah bagi dirinya dan adik-adiknya. (*)