BARAK.ID – Kontroversi mengiringi perilisan film horor Indonesia “Siksa Neraka”, terutama terkait dengan keputusan larangan penayangannya di Malaysia dan Brunei Darussalam.
Film ‘Siksa Neraka’ Dilarang Tayang di Malaysia dan Brunei, Ini Alasan dan Respon Produser
Film garapan Anggy Umbara ini, yang melukiskan penggambaran hukuman neraka secara eksplisit dan brutal, telah memicu perdebatan intens di kalangan penonton dan lembaga sensor di kedua negara tersebut.
Distributor film, Antenna Entertainments, mengumumkan larangan ini melalui akun Instagram mereka, lengkap dengan poster film yang diberi cap “Banned”.
Menurut sumber TheThaiger, kritik yang muncul secara online menyoroti ketegasan adegan dalam film ini, serta eksplorasinya terhadap ajaran Islam dan konsekuensi dari perbuatan salah, yang kemungkinan berkontribusi pada keputusan pelarangan.
Film produksi Dee Company ini juga menciptakan dilema di kalangan calon penonton di kedua negara tersebut, dengan beberapa di antaranya memilih untuk menghindar setelah menonton trailernya.
Hal ini menggambarkan bagaimana ketatnya peraturan sensor film di Malaysia, yang sering kali menjadi hambatan bagi film-film dengan konten yang dianggap kontroversial.
Meskipun mendapat rating IMDb sebesar 5,2/10, film “Siksa Neraka” tetap mendapat respon yang beragam dari penonton di berbagai wilayah.
Banyak yang mengekspresikan kekecewaan mereka atas keputusan larangan ini melalui media sosial.
Baca Juga: Film ‘Siksa Neraka’ Raih Jutaan Penonton Meski Dilarang di Beberapa Negara
Menanggapi situasi ini, produser film, Dheeraj Kalwani, mengungkapkan rasa hormatnya terhadap kebijakan sensor Malaysia.
“Kami menghargai keputusan dari lembaga sensor Malaysia. Setiap negara memiliki kedaulatan dan peraturan yang harus dipatuhi,” kata Dheeraj, dikutip Barak.id, Senin (15/1/2024).
Ia juga meminta maaf kepada penggemar film horor di Malaysia dan Brunei atas ketidakmampuan film “Siksa Neraka” untuk tayang di sana.
Sebagai respons, Dheeraj menjanjikan sebuah film horor baru berjudul “VINA: Sebelum Tujuh Hari” yang diharapkan dapat memenuhi ekspektasi penggemar.
Keputusan ini menandakan sebuah langkah adaptif dan responsif dari pihak produksi dalam menghadapi dinamika regulasi dan preferensi penonton di kawasan Asia Tenggara. (*)