MAKASSAR, BARAK.ID – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan mengumumkan penahanan enam individu yang terlibat dalam dugaan kasus korupsi terkait pembebasan lahan Bendungan Paselloreng. Peristiwa ini menyoroti kerugian finansial negara yang signifikan, yakni mencapai Rp75,6 miliar.
Korupsi Bendungan Paselloreng
Ketua Satgas B pada Kantor Pertanahan Wajo, AA, bersama dengan ND, NR, dan AN, yang merupakan Anggota Satgas B dari perwakilan masyarakat, ditahan pada Kamis malam, 26 Oktober 2023. Selain mereka, AJ, Anggota Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) sekaligus Kepala Desa Paselloreng, Kecamatan Gilireng, Kabupaten Wajo, dan JK, Anggota P2T yang juga menjabat sebagai Kepala Desa Arajang, Kecamatan Gilireng, Kabupaten Wajo, turut berada dalam tahanan.
Menurut sumber, keenam individu ini ditemani saat keluar dari Kantor Kejati Sulsel dengan tangan terborgol dan mengenakan rompi pink, simbol dari penahanan.
Isu korupsi ini pertama kali mencuat seiring dengan pembangunan Bendungan Paselloreng yang dilakukan oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) pada 2015. Lahan yang diperlukan untuk proyek bendungan ini berada di kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT) Lapaiepa dan Lapantungo.
Kejati Sulsel sebelumnya telah mengambil tindakan dengan melakukan penggeladahan di kantor BBWS Pompengan serta Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Wajo pada 2 Agustus 2023. Dari aksi tersebut, sebanyak 102 bundel dokumen berhasil diamankan yang diduga berkaitan dengan kasus korupsi ini.
Baca Juga: Perubahan Komando di Danlanal Tegal: Estafet Tanggung Jawab Kepemimpinan
Penyelidikan lebih lanjut mengungkap bahwa terjadi perubahan status kawasan hutan sebagai bagian dari Review Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Sulawesi Selatan. Surat Keputusan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia dikeluarkan pada 28 Mei 2019, mengubah status kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan. Dalam dokumen tersebut disebutkan perubahan status kawasan hutan dengan luas 91.337 hektare. Sedangkan fungsi kawasan hutan dengan luas 84.032 hektare mengalami perubahan, dan penunjukan kawasan non-hutan menjadi kawasan hutan seluas 1.838 hektare di Provinsi Sulawesi Selatan.
Dalam keterangan resminya, Kasipenkum Kejati Sulsel, Soetarmi, menginformasikan bahwa para tersangka akan menjalani masa penahanan selama 20 hari ke depan, dimulai dari Kamis, 26 Oktober 2023. (*)