BARAK.ID – Industri perjudian online telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, menawarkan kemudahan akses dan peluang kemenangan yang menggiurkan bagi para peminatnya.
Ternyata Ada ‘Penjaga Meja’ Dibalik Judi Slot Online yang Membuat Pemain Tak Pernah Menang!
Namun, di balik layar, tersembunyi sebuah rahasia gelap yang mencengkeram, yakni sebuah praktik manipulatif yang merampas keadilan dari para pemain.
Barak.id baru-baru ini berhasil mewawancarai salah seorang mantan penjaga meja yang pernah bekerja di sebuah situs perjudian online besar di Asia yang tak hanya menyasar pasar Indonesia tapi juga se-Asia.
Untuk melindungi identitasnya, narasumber kami hanya bersedia untuk disebut dengan nama samaran “Andi”.
Pria berusia 32 tahun ini pernah terlibat sebagai penjaga meja di sebuah situs perjudian online besar yang berbasis di salah satu negara di Asia.
Andi mengungkapkan bahwa dirinya tidak pernah membayangkan akan terjebak dalam industri gelap ini.
“Awalnya saya hanya mencari pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Namun, saya tidak pernah menyangka akan terjun ke dalam dunia seperti ini,” ujarnya kepada Barak.id, Senin (29/4/2024).
Perjalanan Andi dimulai ketika seseorang menawarkan pekerjaan misterius di sebuah negara Asia yang terkenal sebagai pusat server perjudian online.
Dengan biaya hidup, paspor, dan tiket pesawat yang ditanggung oleh pihak perusahaan, Andi pun berangkat dengan harapan mendapatkan penghasilan yang layak.
Sesampainya di negara tujuan, Andi langsung dijemput oleh orang suruhan dan dibawa ke markas tempat pekerja perjudian online tersebut bekerja.
Di sana, segala kebutuhan hidup seperti tempat tinggal, makan, minum, dan perawatan tubuh ditanggung sepenuhnya.
“Narkoba dan wanita PSK (biayanya) tanggung sendiri kalau ada yang mau, tapi itu bebas-bebas saja di tempat kami bekerja,” imbuhnya.
Selama tiga bulan pertama, Andi menerima gaji sebesar Rp 17 juta per bulan, belum termasuk bonus.
Namun, memasuki bulan keempat, situasi mulai berubah.
Andi tidak lagi menerima gaji, dan biaya hidupnya harus ditanggung sendiri dari sisa gaji yang telah diterimanya sebelumnya.
“Sejak bulan keempat sampai bulan ke duabelas, saya tidak menerima gaji, dan biaya makan berasal dari gaji saya yang dari bulan pertama, kedua, dan ketiga hingga habis tak bersisa,” ungkapnya.
Ketika ditanya mengapa tidak melarikan diri, Andi mengungkap bahwa hidupnya selalu berada di bawah tekanan dan ancaman.
Dia diberi pilihan untuk tetap berada di tempat itu atau dipindahkan ke tempat lain – sebuah eufemisme untuk ‘dijual’ ke orang lain dengan nasib yang mungkin lebih buruk.
Nasib baik akhirnya berpihak pada Andi, di mana dia diberikan pilihan ketiga untuk diperbolehkan pulang ke Indonesia setelah genap setahun bekerja, meski biaya kepulangan harus ditanggung sendiri.