GAZA, BARAK.ID – Ketegangan yang meningkat di Jalur Gaza antara tentara Israel (IDF) dan kelompok pejuang Palestina, Hamas, terus menjadi sorotan global. Dengan adopsi taktik perang gerilya, termasuk penggunaan jaringan terowongan bawah tanah yang luas, Hamas menunjukkan kemampuan beradaptasi yang signifikan dalam menghadapi salah satu militer terkuat di dunia.
Taktik Perang Hamas Bikin Tentara Israel Tembaki Teman Sendiri Karena Stres dan Panik!
Menurut laporan terbaru, tentara Israel mengalami stres dan ketakutan yang intens saat berhadapan dengan taktik gerilya yang tak terduga dari Hamas. Beberapa insiden telah menggambarkan tentara IDF yang menangis dan ketakutan dalam konfrontasi langsung dengan pejuang Hamas, yang sering muncul secara tiba-tiba dan menghilang dengan cepat setelah melancarkan serangan.
Situasi ini diperparah oleh serangkaian insiden ‘friendly fire’, di mana tentara Israel tanpa sengaja menyerang rekan mereka sendiri. Hal ini telah menyebabkan beberapa korban jiwa, menambah kompleksitas operasi militer di wilayah konflik. Menurut memo internal militer Israel, telah terjadi beberapa kasus kematian akibat friendly fire sejak awal operasi darat di Jalur Gaza.
Militer Israel, dalam upaya transparansi, mengakui adanya kesulitan dalam koordinasi antar-pasukan, terutama dalam operasi gabungan antara pasukan lapis baja dan infanteri. Mereka juga menyatakan komitmen untuk terus mengevaluasi dan memperbaiki taktik pertempuran, termasuk kebijakan untuk mengidentifikasi posisi pasukan dalam gedung dan penggunaan tank dengan lebih hati-hati.
Di sisi lain, juru bicara Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, Abu Obaida, mengklaim bahwa jumlah tentara Israel yang terbunuh jauh lebih besar dari yang dilaporkan oleh militer Israel. Dia juga menyerukan lebih banyak tindakan terhadap Israel dan mengancam dengan konsekuensi yang lebih berat.
Selain tantangan di medan perang, Israel juga menghadapi dilema ekonomi. Tingginya biaya perang dan pemanggilan pasukan cadangan dalam jumlah besar telah menekan anggaran negara. Menurut situs berita Israel, Ynet, Israel terpaksa mendemobilisasi pasukan cadangannya akibat beban biaya operasi militer yang berkepanjangan.
Pemanggilan pasukan cadangan ini juga berdampak pada ekonomi domestik Israel. Biro Pusat Statistik Israel melaporkan lonjakan pengangguran yang signifikan, dari 3,4 persen pada September 2023 menjadi 9,6 persen pada November, dengan jumlah pengangguran mencapai 428.400 orang. Ini mengindikasikan dampak ekonomi langsung dari pemanggilan wajib militer besar-besaran.
Baca Juga: China Hancurkan Ratusan Masjid, Upaya “Membasmi” Agama Minoritas
Dalam konteks serangan terhadap Hamas, militer Israel telah memobilisasi sekitar 360.000 warga sipil sebagai tentara cadangan. Namun, agresi berkepanjangan di Jalur Gaza telah menimbulkan kerugian finansial yang signifikan bagi Israel, dengan perkiraan kerugian mencapai 260 juta dolar AS per hari, menurut analisis ekonomi oleh Bloomberg News.
Perkembangan ini menyoroti kerumitan konflik yang berlarut-larut antara Israel dan Hamas, dengan dampak yang meluas dari medan perang ke ekonomi nasional. Situasi di Jalur Gaza tetap tegang, dengan kedua belah pihak terus mengalami tekanan baik secara militer maupun ekonomi. (*)