Sementara itu, akun lain @chieemistry menambahkan, “Buk ibu, yang namanya bercanda ya ketawa semuanya. Kalo ada yang risih dan gak nyaman itu namanya bukan becanda, gimana si? Apalagi ini udah bikin cacat.”
Polemik ini membawa perhatian tidak hanya pada kasus Fatir tetapi juga pada tanggapan sekolah atas insiden perundungan yang terjadi.
Beberapa pakar pendidikan dan psikologi anak mengatakan bahwa kasus ini menunjukkan kebutuhan mendesak untuk peningkatan kesadaran dan pendidikan mengenai perundungan di sekolah-sekolah Indonesia.
Menurut data yang dirilis oleh beberapa LSM yang bergerak di bidang perlindungan anak, kasus perundungan di sekolah-sekolah Indonesia cenderung meningkat dan seringkali tidak ditangani dengan serius oleh pihak sekolah maupun orang tua.
Baca Juga: Adu Mulut Berujung Maut, Tim Charlie Ringkus Penikam Mahasiswa
Kekerasan fisik dan mental yang dikemas dalam bentuk ‘candaan’ bisa berujung pada konsekuensi tragis, seperti yang dialami oleh Fatir.
Lembaga pendidikan dan orang tua diminta untuk bekerja sama dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak, di mana perundungan tidak dibiarkan tumbuh dan berkembang.
Program pendidikan karakter dan anti-bullying perlu diperkuat, dan pelatihan bagi guru untuk mendeteksi serta menangani kasus perundungan harus menjadi prioritas. (*)