Tersangka-tersangka ini diduga melanggar berbagai pasal dalam Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, menyangkut tindak pidana korupsi dan konspirasi dalam melakukan korupsi.
Perkembangan kasus ini bermula ketika pada tahun 2018, ditemukan bahwa pasokan bijih timah yang dihasilkan oleh PT Timah Tbk kurang dari yang dihasilkan oleh perusahaan smelter swasta lainnya, sebuah situasi yang disebabkan oleh penambangan liar yang luas.
Alih-alih menindak pelaku penambangan liar, para tersangka justru memilih untuk berkolusi dengan pemilik smelter, menawarkan mereka hasil penambangan ilegal dengan harga yang melebihi standar PT Timah Tbk tanpa kajian yang memadai.
Baca Juga: Peran Helena Lim dalam Jaringan Korupsi Timah Terungkap
Sebagai bagian dari usaha untuk memfasilitasi penambangan ilegal ini, terdapat perjanjian yang dibuat seolah-olah ada kerjasama sewa-menyewa peralatan peleburan timah dengan para smelter, sebuah langkah yang sekarang menjadi pusat dari tuduhan korupsi tersebut.
Langkah Kejagung dalam mengambil tindakan terhadap kasus korupsi tata niaga komoditas timah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam memerangi korupsi dan menegakkan hukum, terutama dalam sektor-sektor penting yang berdampak pada ekonomi nasional. (*)