Kedekatan itu bahkan terjalin hingga Bapak Tinus menitipkan keponakannya, Enu Itin, untuk membantu mengurus rumah tangga di pastoran.
Romo Agus pun menganggap keluarga Bapak Tinus sebagai bagian dari keluarganya sendiri.
Pada Selasa, 23 April 2024, sekitar pukul 17.30 WITA, Romo Agus dan Bapak Tinus berkomunikasi melalui WhatsApp seperti biasa.
Mereka kemudian sepakat untuk makan malam bersama di rumah Bapak Tinus pada malam harinya.
Sekitar pukul 20.00 WITA, Romo Agus berangkat menuju rumah Bapak Tinus di Stasi Rende dengan menggunakan mobil pribadinya.
Ia didampingi oleh beberapa anggota pastoran, yaitu Enu Melin (karyawati dapur), Save (sopir), adik Kristo (sepupu), dan Enu Itin (keponakan Bapak Tinus).
Setibanya di rumah Bapak Tinus sekitar pukul 20.30 WITA, Romo Agus dan rombongannya disambut hangat oleh tuan rumah bersama istrinya, Enu Hermin atau Mama Sindi, serta anak-anak mereka.
Mereka disuguhi minuman kopi, sementara Romo Agus sendiri diberi minuman energen.
Setelah menikmati makan malam bersama, sekitar pukul 21.30 WITA, Romo Agus, Bapak Tinus, Mama Sindi, dan adik Kristo menghabiskan waktu dengan bermain kartu secara santai.
Kegiatan ini merupakan kebiasaan mereka saat berkumpul, lengkap dengan hukuman berdiri bagi yang kalah.
Sementara itu, Enu Melin dan Enu Itin memilih untuk beristirahat di kamar tidur anak perempuan Bapak Tinus, Siren.
Sedangkan Save, sopir Romo Agus, menginap di kamar anak laki-laki, Santos.
Menjelang dini hari, sekitar pukul 01.00 WITA, Romo Agus meminta agar anggota pastorannya dibangunkan untuk kembali ke pastoran.
Namun, Mama Sindi mengatakan bahwa mereka sudah tertidur lelap.
Romo Agus kemudian mengusulkan agar dirinya dan adik Kristo yang pulang lebih dulu, tetapi Bapak Tinus dan Mama Sindi meminta mereka untuk menginap karena sudah terlalu larut.
“Kami pun mengiakan ajakan mereka,” ungkap Romo Agus.
Bapak Tinus kemudian mengantar Romo Agus ke sebuah kamar tidur yang telah disiapkan.
Sementara itu, adik Kristo dan Bapak Tinus berbaring di tempat tidur yang terletak di depan kamar Romo Agus.
Mama Sindi sendiri tidur bersama anak-anak perempuannya dan Enu Melin.
Dalam kondisi kelelahan setelah aktivitas seharian di pastoran, Romo Agus mengaku langsung tertidur lelap di dalam kamar dengan pintu yang hanya ditutupi tirai.
Namun, sekitar pukul 02.00 WITA, Romo Agus terbangun dengan terkejut oleh teriakan marah dan makian dari Bapak Tinus yang mengancam akan mengambil parang.
Dalam keadaan shok dan bingung, Romo Agus mendapati Mama Sindi berada di dalam kamar dengan pakaian lengkap, sebelum kemudian berlari keluar.
“Masih dalam keadaan shok, saya berusaha menenangkan Bapak Tinus. Saat itu saya masih dalam keadaan berpakaian lengkap, ditambah kain selimut dan bangun mendekati Bapak Tinus,” tutur Romo Agus.
Teriakan keras Bapak Tinus yang disertai makian dan ancaman pembunuhan membuat semua penghuni rumah terbangun dan panik.
Demi menghindari keributan yang lebih besar, Romo Agus dan rombongan pastorannya segera meninggalkan rumah tersebut dan kembali ke pastoran, tanpa membawa Enu Itin yang merupakan keponakan Bapak Tinus.
Baca Juga: Jejak Romo Gusti, Oknum Pastor di Paroki Kisol yang Jatuh dalam Skandal
Dalam perjalanan pulang, tepatnya di kampung Munde, Romo Agus mendapat telepon dari Mama Sindi yang menangis ketakutan dan meminta untuk dijemput.
Mengutamakan keselamatan Mama Sindi, Romo Agus dan rombongannya kembali untuk menjemput wanita itu di tengah jalan, lalu membawanya ke pastoran.
“Demi keselamatan diri saya dengan karyawan, maka tepat pukul 08.00 Wita (Rabu, 24 April 2024), saya, adik Kristo dan Save meninggalkan pastoran dan ke luar dari kota Borong, sedangkan Mama Sindi masih di seputaran kota Borong,” ungkap Romo Agus.
Demikianlah kronologi insiden yang menimpanya menurut versi Romo Agustinus Iwanti.
Ia meminta maaf kepada Uskup Ruteng, Vikep Borong, para imam, keluarganya, umat Paroki St. Yosef Kisol, serta seluruh umat yang terganggu oleh peristiwa ini.
Romo Agus pun berharap agar permasalahan ini dapat segera terselesaikan sehingga ia bisa kembali bertugas. (*)