Dari penelusuran Barak.id, praktik pungli sudah berlangsung sejak lama di kawasan ini.
Namun, belum ada tindakan tegas dari pihak berwenang untuk menindak para pelaku pungli yang meresahkan wisatawan.
“Ini sudah terjadi sejak lama, tetapi belum ada tindakan nyata dari pemerintah setempat untuk menghentikan praktik pungli ini,” ujar seorang pria yang hanya bersedia dipublikasi dengan sebutan Tanjung (60), seorang warga Silalahi yang mengaku telah tinggal di desa itu selama lebih dari 30 tahun.
Tanjung menambahkan bahwa para pelaku pungli ini seringkali mengklaim bahwa mereka adalah petugas resmi, atau oknum anggota organisasi masyarakat (ormas) yang berdalih ditugaskan untuk mengumpulkan retribusi dari wisatawan.
Namun, kenyataannya, mereka hanyalah segelintir orang yang mencari keuntungan dengan cara ilegal.
“Mereka mengaku sebagai petugas resmi, dari ormas, tetapi sebenarnya mereka hanya mencari uang dengan cara yang salah. Ini tentunya merugikan citra pariwisata di Silalahi dan membuat wisatawan enggan berkunjung,” tambahnya.
Tidak hanya merugikan wisatawan, praktik pungli ini juga berdampak negatif pada masyarakat setempat yang mengandalkan sektor pariwisata sebagai sumber pendapatan utama.
Seorang pedagang makanan di kawasan wisata Silalahi, mengungkapkan bahwa omset penjualannya menurun drastis sejak maraknya kasus pungli.
“Dulu, saya bisa mendapatkan penghasilan yang cukup untuk menghidupi keluarga saya dari berjualan di sini. Namun, sekarang, semakin sedikit wisatawan yang datang karena terganggu oleh pungli. Ini berdampak langsung pada penghasilan saya,” ungkap pedagang yang tak bersedia disebut identitasnya demi alasan keamanan.
Selain merugikan secara ekonomi, praktik pungli ini juga dapat menimbulkan kekhawatiran tentang keamanan di kawasan wisata Silalahi.
Beberapa wisatawan mengaku pernah merasa terancam oleh sikap para pelaku pungli yang terkadang berkata kasar dan memaksa.
“Saya merasa tidak aman saat mereka memaksa kami untuk membayar. Kami adalah wisatawan yang ingin menikmati liburan dengan tenang, tetapi justru harus berhadapan dengan situasi yang mengancam seperti itu,” ujar Sari (22), seorang wisatawan dari Medan yang baru-baru ini mengunjungi Silalahi.
Menanggapi permasalahan ini, pemerintah setempat tampaknya masih belum memberikan respon yang memadai.
Sementara itu, beberapa elemen masyarakat Silalahi juga mulai angkat bicara dan mengecam praktik pungli yang telah mencoreng nama baik kawasan wisata mereka.
“Kami tidak bisa membiarkan praktik pungli terus berlangsung di kawasan wisata kami. Ini merugikan banyak pihak dan mencoreng citra Silalahi sebagai destinasi wisata yang indah,” ujar Sadar Silalahi (55), warga setempat.
Pria ini berharap agar pemerintah setempat dapat segera mengambil tindakan tegas untuk menghentikan pungli dan menjaga kenyamanan wisatawan yang berkunjung ke Silalahi.
Mereka juga mengajak seluruh masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam memerangi praktik pungli ini.
“Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga tanggung jawab kita semua sebagai masyarakat Silalahi. Kita harus bersatu padu untuk memberantas pungli dan menjaga kelestarian pariwisata di daerah kita,” tegas Sadar.
Dengan adanya tekanan dari berbagai pihak, diharapkan pemerintah setempat dapat segera mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi masalah pungli di kawasan wisata Silalahi.
Jika dibiarkan, praktik ini tidak hanya akan merugikan sektor pariwisata, tetapi juga dapat merusak citra Sumatera Utara secara keseluruhan.
Di tempat berbeda, beberapa wisatawan yang pernah mengalami aksi pungli di Silalahi mengungkapkan kekecewaan mereka dan berharap agar pemerintah dapat segera mengambil tindakan tegas untuk mengatasi masalah ini.
“Saya merasa sangat kecewa dan terganggu dengan adanya pungli di Silalahi. Ini benar-benar merusak pengalaman liburan kami,” ujar Triana, seorang wisatawan dari Pematangsiantar yang baru-baru ini mengunjungi Silalahi bersama keluarganya.
Wanita perparas cantik ini mengaku bahwa mereka harus membayar pungutan liar di beberapa titik selama perjalanan menuju Silalahi.
Jumlah yang diminta tidak terlalu besar, tetapi tetap saja membuat mereka merasa tidak nyaman dan terancam.
“Kami merasa tidak aman dan was-was selama perjalanan. Seharusnya kami bisa menikmati keindahan alam dengan tenang, tetapi justru harus menghadapi situasi seperti ini,” tambahnya.
Kisah serupa juga dialami oleh Ibu Ria, seorang wisatawan dari Medan yang baru-baru ini mengunjungi Silalahi bersama rombongan wisata.
Menurutnya, aksi pungli yang mereka alami benar-benar merusak pengalaman liburan mereka.
“Kami merasa sangat terganggu dengan adanya pungli di sepanjang perjalanan. Beberapa anggota rombongan bahkan memilih untuk tidak turun dari bus karena merasa tidak nyaman,” ungkapnya.
Ibu Ria berharap agar pemerintah dapat segera mengambil tindakan tegas untuk memberantas pungli di Silalahi.
Ia mengatakan bahwa jika masalah ini tidak segera diatasi, maka akan semakin banyak wisatawan yang enggan mengunjungi kawasan wisata tersebut. (*)