Menariknya, sejarah mencatat bahwa sebelum Perang Korea, Korea Utara dikenal sebagai negara dengan populasi Kristen yang signifikan. “Sekitar 60 tahun yang lalu, Korea Utara dikenal sebagai ‘Jerusalem di Timur’ karena banyaknya penganut Kristen,” kata Jimin.
Meski demikian, ada kemungkinan bahwa sebagian kecil rakyat Korea Utara masih secara diam-diam mempraktikkan ajaran Kristen. Jimin menyebutkan risiko yang dihadapi mereka yang ketahuan beragama Kristen, termasuk ancaman dikirim ke kamp penjara. Ia juga menyebutkan kasus tragis sebuah keluarga yang percaya kepada Tuhan dan akhirnya ditangkap, dengan semua anggota keluarganya, termasuk anak-anak, meninggal di tangan otoritas.
Walaupun terdapat beberapa gereja Kristen di Korea Utara, menurut laporan Pusat Database Hak Asasi Manusia Korea Utara (NKDB), keberadaan mereka sangat berbeda dari gereja pada umumnya. Gereja-gereja ini lebih banyak berfungsi sebagai lokasi kunjungan turis daripada tempat ibadah bagi warga lokal.
Situasi ini menggambarkan betapa ketat dan terbatasnya kebebasan beragama di Korea Utara, sebuah negara yang terus menerus mendapat sorotan karena pelanggaran hak asasi manusia dan kebijakan otoriternya. (*)