Baca Juga: Benarkah Peternakan Ayam Jadi Sarang Pocong? Simak Fakta Ini!
Dr Irfan menjelaskan bahwa dalam kepercayaan setempat, roh laki-laki akan tetap berada di dekat jasadnya selama 11 hari, sementara roh perempuan selama 9 hari. Ini menggarisbawahi pandangan bahwa jiwa laki-laki dianggap lebih kuat dari perempuan. Tradisi ini juga mendorong masyarakat Batak untuk merawat kuburan dengan baik, terutama bagi mereka yang baru saja meninggal.
Lebih lanjut, Irfan mengatakan bahwa begu memiliki hierarki mirip manusia. Begu dari orang yang baik semasa hidupnya akan dihormati oleh keturunannya dan menjadi sumangot, yang kemudian bisa berkembang menjadi sahala.
Ganjang, yang berarti panjang, adalah deskripsi untuk sosok Begu Ganjang yang tinggi besar, berkulit hitam, dan sulit terlihat. Begu Ganjang ini, yang asal-usulnya masih misterius, dianggap sebagai makhluk gaib yang bisa dipelihara dan digunakan, mirip dengan kepercayaan terhadap tuyul di Jawa.
Dalam antropologi religi, ada pembagian antara black magic dan white magic. Begu Ganjang termasuk dalam kategori black magic, di mana manusia menggunakan kekuatan makhluk gaib untuk tujuan tertentu. Sebaliknya, white magic lebih berkaitan dengan pemanfaatan kekuatan gaib berdasarkan keyakinan individual yang kemudian bisa berkembang menjadi kepercayaan kolektif.
Kecurigaan terhadap pemilik Begu Ganjang kadang-kadang bisa berujung pada pengusiran atau bahkan pembunuhan, dampaknya bisa dirasakan hingga generasi berikutnya. Fenomena ini sering mencuat ketika masyarakat menghadapi masalah, seperti wabah penyakit. Irfan menyatakan belum bisa menentukan sejak kapan cerita Begu Ganjang ini berkembang, namun menekankan pentingnya pemahaman mendalam mengenai kepercayaan ini dalam konteks sosial dan budaya masyarakat. (*)