Ini bukan hanya pelecehan fisik, tapi juga psikologis.
Anak itu, yang mungkin berusia 8 hingga 10 tahun, pasti akan terguncang seumur hidupnya.
Fenomena ini bukan yang pertama kali.
Sebelumnya, video serupa yang melibatkan ibu dan anak berbaju biru juga sempat viral.
Kesamaan pola dalam kedua video ini menimbulkan spekulasi bahwa ada jaringan terorganisir di balik produksi konten semacam ini.
Ironisnya, alih-alih melaporkan video tersebut, banyak netizen yang justru berusaha mencari link viral ibu baju oranye aslinya.
Baca Juga: Yandex, Mesin Pencari yang Membuka Gerbang ke Dunia Terlarang
Mereka menjelajahi berbagai platform, termasuk Yandex, untuk menemukan video lengkap.
Tindakan ini tidak hanya mencerminkan degradasi moral, tapi juga membahayakan diri sendiri.
Banyak link yang beredar di platform lain sebenarnya adalah tautan penipuan.
Oknum-oknum tidak bertanggung jawab memanfaatkan kehebohan ini untuk menyebarkan malware atau mencuri data pribadi.
Mencari video semacam itu bukan hanya salah secara etika, tapi juga berisiko tinggi.
Di tengah kontroversi ini, beberapa pihak menggunakan Yandex untuk tujuan yang lebih mulia.
Pratiwi Noviyanti, seorang aktivis sosial, membagikan cuplikan video tersebut di Instagram, dengan tujuan mengidentifikasi dan menangkap pelaku.
Reaksi masyarakat terhadap video ini sangat beragam, namun mayoritas menyuarakan kemarahan dan kesedihan.
Baca Juga: Sosok Liga Akbar Muncul di Kasus Vina, Kesaksiannya Diragukan
Di Instagram, komentar-komentar penuh emosi bermunculan.
“Astaghfirullah… Saya seorang ibu, menangis melihat berita ini. Hewan saja tahu mana anaknya, ini malah anak sendiri dirusak mentalnya. Ada apakah dengan dunia? Sudah matikah rasa keibuan di dunia ini?” tulis akun @idalilissusanti.
Senada dengannya, akun putri.ista.92 menuliskan, “Astaghfirullah. Semoga anak-anak kita dijauhkan dari model ibu begini. Cari suami bu, jangan anak yang kau begitukan. Di mana otaknya itu ibu? Miris lihat ibu-ibu zaman sekarang yang kayak gini.”
Kasus “ibu baju oren” ini menyoroti sisi gelap dari era digital kita.
Di satu sisi, platform seperti Yandex menawarkan akses tanpa batas ke berbagai informasi, memungkinkan kita menjelajahi budaya dan tren global.
Namun di sisi lain, kebebasan ini membuka pintu bagi konten yang sangat merusak. (*)