BARAK.ID – Sebuah insiden yang sebelumnya hanya menjadi perbincangan di kalangan terbatas, kini mencuat ke permukaan dan memicu kehebohan di masyarakat Kalimantan Timur.
Viral Tarmizi Ngaku-ngaku Sebagai Panglima Kijang, Padahal Tidak Memiliki Silsilah Suku Dayak
Seorang pria bernama Tarmizi, yang mengaku sebagai Panglima Kijang, diduga telah melontarkan penghinaan dan fitnah kepada Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, pemimpin tertinggi di wilayah tersebut.
Kontroversi ini bermula dari beredarnya sebuah video di media sosial pada Sabtu, 27 April 2024.
Dalam video tersebut, tampak Pangeran Kutai melemparkan sebuah botol ke wajah Tarmizi atau Panglima Kijang yang duduk bersimpuh di hadapannya.
Dengan nada geram, Pangeran Kutai menuding Tarmizi telah menghina orang tuanya yang tak lain adalah Sultan Kutai Kartanegara.
“Kau menghina orang tua saya hah. Kapan orang tua saya minta sogok, siap hah,” teriak Pangeran Kutai sembari melempar botol ke arah Tarmizi, dikutip Minggu (28/4/2024).
Baca Juga: Ngaku-ngaku Panglima Kijang, Tarmiji Kicep Dilempar Botol
Selain dituduh melontarkan penghinaan, Tarmizi juga dikecam karena mengaku sebagai kerabat Kesultanan Kutai tanpa bisa menunjukkan bukti yang sahih.
Tindakannya ini dianggap telah mencemarkan nama baik dan merendahkan martabat Sultan Kutai selaku pemimpin tertinggi di wilayah tersebut.
Seusai dilempari botol, Tarmizi kemudian menjalani sidang adat untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Dalam sidang adat yang digelar pada 26 April 2024 itu, Tarmizi akhirnya meminta maaf dan mengaku telah bersalah serta menyatakan tidak ada niat untuk menghina Sultan Kutai yang dianggapnya sebagai junjungan.
“Saya Tarmizi Panglima Kijang dengan ini minta maaf dan mohon ampun kepada ayahnda Sultan karena di sini saya sudah bersalah,” ucap Tarmizi dalam video yang beredar di media sosial, seperti yang diunggah di akun Facebook Fahlawannius HermanSjaba.
Meski telah meminta maaf, Tarmizi tidak serta merta lepas dari jeratan hukum.
Ia harus menjalani proses hukum positif di Polres Kutai Kertanegara karena terancam tuntutan pidana atas dugaan pencemaran nama baik dan penghinaan terhadap Sultan Kutai.
Selain bermasalah dengan Kesultanan Kutai, Panglima Kijang juga mendapat kecaman dari masyarakat adat Dayak.
Mereka mengecam tindakan Tarmizi yang juga diduga telah menghina masyarakat Dayak dengan menggunakan aksesoris adat tanpa hak.
Penampilan Nyeleneh Panglima Kijang
Penampilan nyeleneh yang dikenakan Tarmizi sehari-hari, menggunakan aksesoris berupa tulang belulang, ujung tanduk, botol-botolan, gelang berlonceng, cincin yang berlebihan, topi jangang bertanduk kijang, dan tongkat komando, penampilannya dianggap telah merusak budaya dan menyalahi pakem adat Dayak.
Akun Facebook Toni Aprianto di grup Kapuas mengungkapkan keresahannya mengenai hal ini.
“Akhir-akhir ini muncul orang yang mengaku sebagai Panglima, Tarmizi diangkat menjadi panglima oleh orang yang tidak jelas eksistensinya di Kalimantan. Dalam postingan ada pengangkatan Tarmizi menjadi Panglima Budaya dengan gelar Panglima Kijang,” tulisnya.
Lebih lanjut, Toni menyoroti salah satu konten Tarmizi yang menyatakan bahwa pada zaman dulu, hulu atau ganggang mandau tidak ada yang dari tanduk serta tidak diukir.
“Jelas ini adalah sebuah bukti kalau dia tidak paham sama sekali dengan budaya Dayak,” imbuhnya.
Toni juga mengungkapkan bahwa Tarmizi tidak memiliki keturunan dari sub-suku Dayak.
Cara berpakaiannya yang sangat nyeleneh dan jauh dari pakem adat Dayak semakin memperkuat dugaan tersebut.
“Sangat disesalkan karena orang-orang seperti ini hanya merusak budaya dengan berlindung di balik kata melestarikan budaya,” pungkasnya.
Fenomena Panglima Kijang dan Klaim Palsu Kebangsawanan
Fenomena Panglima Kijang ini bukan yang pertama kali terjadi di Kalimantan.
Sebelumnya, pernah muncul sosok-sosok lain yang juga mengaku sebagai panglima dengan gelar yang berbeda-beda, seperti Panglima Kumbang, Panglima Baong, dan Panglima Murai.
Insiden ini kembali menyorot aksi dugaan penyamaran identitas dan klaim palsu kebangsawanan yang kerap terjadi di masyarakat.
Penegakan hukum tegas diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terulangnya kasus serupa di kemudian hari.
Petualangan Panglima Kijang Berakhir?
Setelah insiden penghinaan terhadap Sultan Kutai Kartanegara dan kecaman dari berbagai pihak, banyak yang menduga bahwa petualangan Tarmizi alias Panglima Kijang telah berakhir.
Di media sosial, warganet memberikan komentar pedas atas tindakannya.
Akun Facebook Andreas Junaedy ApankBo mengunggah video saat Tarmizi meminta maaf kepada keluarga Sultan Kutai Kartanegara dengan komentar,
“Berakhir sudah petualangan si Kijang Kapsul Tarmizi main jadi panglima. Dapat bonus botol mineral terbang dari pangeran kutai gara-gara menghina sultan dan main jadi panglima dayak,” tulisnya.
“Pendatang ko mau jadi panglima dayak Kapsul kapsul dan Kijang Kapsul harus menuntut PBB yang melantiknya sebagai panglima dayak melalui internet,” imbuhnya.
Meski demikian, hingga saat ini belum banyak informasi yang dapat digali dari sosok Tarmizi yang mengaku sebagai Panglima Kijang.
Ia hanya dikenal luas setelah insiden penghinaan terhadap Sultan Kutai Kartanegara mencuat ke permukaan.
Baca Juga: Larangan Nobar Dianggap Berlebihan, Instagram Istri Hary Tanoesoedibjo Diserbu Kecaman Pedas Netizen
Sikap Tegas Kesultanan Kutai dan Upaya Perlindungan Budaya
Dalam menghadapi insiden ini, Kesultanan Kutai menunjukkan sikap tegas untuk melindungi martabat dan budaya masyarakat setempat.
Pangeran Kutai yang tampak geram dan melempar botol kepada Tarmizi atau Panglima Kijang merupakan bentuk kemarahan atas penghinaan yang dilontarkan terhadap ayahandanya, Sultan Kutai Kartanegara.
Tindakan Pangeran Kutai tersebut mendapat dukungan dari banyak kalangan yang menilai bahwa sikap tegas perlu diambil untuk memberi efek jera kepada pihak-pihak yang mencoba menghina dan merendahkan martabat pemimpin tertinggi di wilayah tersebut.
“Sudah sepantasnya kita bersikap tegas terhadap orang-orang yang mencoba menghina dan merendahkan budaya kita. Mereka harus sadar bahwa tindakan seperti itu tidak bisa ditolerir,” tulis Damang Mulia, warganet lainnya.
Baca Juga: Efransyah, Anak Durhaka di Aceh Pukuli Ibu Kandung Sampai Bonyok Karena Tak Dibelikan RX King
Damang menegaskan bahwa budaya dan adat istiadat masyarakat Dayak harus dijaga dan dilestarikan dengan baik.
Menurutnya, insiden yang melibatkan Panglima Kijang ini merupakan sebuah peringatan agar masyarakat lebih waspada terhadap kemungkinan adanya pihak-pihak yang mencoba merusak budaya dengan cara menyamar atau mengaku-ngaku sebagai bagian dari masyarakat adat.
“Kita harus bersikap selektif dan tidak mudah percaya begitu saja kepada orang-orang yang mengaku sebagai pemimpin adat atau panglima tanpa bisa menunjukkan bukti yang jelas dan valid,” imbuhnya.
Seruan untuk menjaga dan melestarikan budaya juga datang dari kalangan pemuda Dayak.
Mereka mengingatkan bahwa budaya merupakan warisan leluhur yang harus dijaga kelestariannya agar tidak punah ditelan zaman. (*)