Jaringan Transnasional dan Modus Operasi yang Semakin Canggih
Industri scam dan perdagangan manusia di Kamboja didominasi oleh sindikat internasional, terutama dari China.
Menurut Interpol, setidaknya 200.000 orang di Asia Tenggara menjadi korban scam online berbasis di Kamboja, Laos, dan Myanmar pada 2022-2023.
Modusnya beragam: korban direkrut melalui tawaran kerja palsu di media sosial, kemudian paspor mereka disita, dan dipaksa melakukan penipuan investasi, romance scam, atau pemerasan via telepon.
Beberapa korban bahkan dijual antar sindikat seharga \$10.000-\$20.000 per orang.
Pemerintah Kamboja kesulitan membongkar jaringan ini karena mereka beroperasi seperti perusahaan legal, dilengkapi sistem keamanan dan IT yang canggih.
Upaya Penertiban dan Kritik atas Sikap Reaktif
Tekanan internasional memaksa pemerintah Kamboja bertindak.
Pada 2023, otoritas menggerebek puluhan kompleks scam di Sihanoukville dan Phnom Penh, membebaskan ribuan korban, serta mendeportasi lebih dari 500 warga asing terlibat.
Otoritas dalam negeri tersebut juga mengumumkan pembentukan satuan tugas anti-trafficking.
Namun, langkah ini dinilai sekadar pencitraan. Operasi ini hanya menyasar sindikat kecil. Para bos besar tetap bebas, dan aktivitas bisa pindah lokasi dalam hitungan minggu.
Ketiadaan perlindungan bagi korban juga menjadi masalah. LSM lokal melaporkan, banyak korban asing yang justru dikriminalisasi atau dipulangkan tanpa pendampingan.
Sementara korban warga Kamboja — terutama perempuan dan anak dari pedesaan — jarang mendapat perhatian media.
Jalan Panjang Menuju Reformasi Sistemik
Para pakar menyatakan bahwa solusi jangka panjang memerlukan perubahan struktural. Pertama, pemberantasan korupsi yang menjadi akar masalah.
Kedua, revisi undang-undang untuk memperberat hukuman bagi pelaku trafficking dan scam. Ketiga, kerja sama regional untuk memutus rantai sindikat transnasional.
Kamboja tidak bisa bertindak sendiri. ASEAN perlu membuat kerangka hukum bersama dan berbagi sumber daya intelijen.
Di tengah kompleksitas ini, nasib ribuan korban tetap menggantung.
Seperti dikatakan seorang korban asal Indonesia yang berhasil melarikan diri dari kompleks scam di Kamboja: “Mereka seperti hantu. Pemerintah tahu kami ada di sana, tapi tidak ada yang bertindak sampai tekanan internasional datang.”
Krisis perdagangan manusia dan scam online di Kamboja adalah cermin dari kegagalan tata kelola, kesenjangan ekonomi, dan kerentanan global terhadap kejahatan terorganisir. Tanpa komitmen politik yang genuin, upaya penanganan hanya akan menjadi sandiwara yang berulang.
Sumber: HRW, UNODC, U.S. TIP Report 2022, dan sumber resmi pemerintah Kamboja.