Perjalanan dari Paltuding menuju lokasi Kawah Ijen memiliki jarak sekitar 3 kilometer. Bagi pendaki pemula, perjalanan ini dapat memakan waktu sekitar 2,5 jam. Dua kilometer pertama dari perjalanan ini didominasi oleh jalan tanah yang berdebu, memberikan pengalaman trekking yang menarik.
Sementara itu, pada satu kilometer terakhir menuju Kawah Ijen, track yang harus dilalui berubah menjadi jalan bebatuan yang curam dan sempit. Oleh karena itu, penting untuk membawa lampu penerangan yang cukup jika Anda melakukan pendakian di malam hari.
Saat melalui tiga kilometer terakhir ini, aroma belerang yang semakin menyengat akan menyambut pengunjung, menjadi tanda bahwa mereka semakin mendekati lokasi Kawah Ijen. Dari puncak Gunung Ijen, keajaiban fenomena Blue Fire akan terlihat begitu memukau dan tak terlupakan.
Fenomena Blue Fire adalah hasil dari penguapan belerang yang menghasilkan cahaya biru terang yang sangat menarik saat malam hari. Keindahan alam yang luar biasa ini menjadi salah satu daya tarik utama yang mengundang ribuan wisatawan untuk datang ke Kawah Ijen, sebuah fenomena alam yang eksklusif hanya ada di Indonesia.
Baca Juga: 10 Spot Wisata di Sleman yang Akan Membuat Instagram Kamu Dibanjiri ‘Like’
Ketika pagi mulai menyingsing dan cahaya matahari perlahan muncul, warna Blue Fire secara perlahan memudar, namun keajaiban di Kawah Ijen belum berakhir. Di bagian lain dari kawah, kita akan disuguhi pemandangan yang memukau, di mana air kawah ini memiliki warna hijau toska yang sangat menawan.
Selain menjadi saksi dari fenomena alam yang langka, perlu diketahui bahwa Kawah Ijen memiliki karakteristik yang unik. Kawah ini bersifat asam dan memiliki kedalaman danau mencapai hingga 200 meter. Selain itu, Kawah Ijen memiliki luas mencapai 5.466 hektar, menjadikannya salah satu kawah alami yang terbentuk akibat letusan Gunung Ijen.
Meskipun mempesona, penting untuk diingat bahwa Gunung Ijen masih dianggap sebagai salah satu gunung berapi yang masih aktif. Sejarah mencatat bahwa gunung ini telah meletus sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1796, 1817, 1913, dan yang terakhir pada tahun 1936. Kawah Ijen juga memiliki dampak ekonomi yang signifikan bagi masyarakat sekitar, karena menjadi sumber produksi belerang yang cukup tinggi setiap tahunnya. Namun, upaya konservasi dan pemeliharaan alam sangat penting untuk menjaga keindahan dan keberlanjutan Kawah Ijen yang begitu berharga ini.
Berdasarkan catatan yang disampaikan oleh pengelola Taman Wisata Alam Kawah Ijen, Gunung Ijen telah mengalami empat letusan besar dalam sejarahnya. Kejadian letusan tersebut tercatat terjadi pada tahun 1796, 1817, 1913, dan yang terakhir pada tahun 1936. Catatan ini menjadi pengingat akan potensi bahaya alam yang ada di sekitar Kawah Ijen.
Baca Juga: Jelajahi Keajaiban Alam Lembah Baliem di Jantung Papua yang Unik dan Mempesona
Selama bertahun-tahun, Gunung Ijen telah memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi masyarakat sekitar. Ini terutama karena gunung ini mampu menghasilkan belerang dalam jumlah besar, mencapai jutaan meter kubik setiap tahunnya. Namun, disayangkan bahwa para buruh Kawah Ijen, yang setiap hari harus mengangkut beban batuan belerang yang berat, hanya dibayar dengan tarif sekitar Rp900 per kilogram untuk putaran pertama dan Rp1.000 per kilogram untuk putaran kedua.
Salah satu buruh angkut mengungkapkan bahwa dalam satu hari, mereka rata-rata dapat mengangkut hingga 60 kilogram batuan belerang dalam dua putaran. Kehidupan sehari-hari para buruh Kawah Ijen ini tidak selalu cukup untuk mencukupi kebutuhan mereka, oleh karena itu, beberapa di antara mereka juga menjalankan pekerjaan sambilan sebagai pemandu wisata bagi para pendaki yang ingin menjelajahi keindahan Kawah Ijen. Upaya ini menjadi cara tambahan untuk mencari penghasilan demi memenuhi kebutuhan hidup mereka yang lebih layak. (*)