Lazarus tak beraksi sendirian. Mereka bukan sekadar peretas biasa. Mereka adalah aktor negara, penyusup yang menyamar sebagai orang baik, datang dengan tawaran pekerjaan, kolaborasi bisnis, bahkan obrolan akrab di LinkedIn atau Telegram. Mereka datang sebagai teman, tapi pergi membawa segalanya.
Biro Investigasi Federal (FBI) bahkan mengingatkan bahwa sejak September 2024, serangan sosial mereka menjadi makin canggih. Mereka menyusup lewat celah terkecil, berpura-pura menjadi sosok terpercaya, mengirimkan tautan penuh jebakan yang berujung malware seperti TraderTraitor dan AppleJeus. Korea Selatan dan Jepang pun mencatat pola yang sama.
Lebih dari sekadar pencurian, ini adalah perampasan masa depan. Orang-orang yang bekerja keras, menabung di platform kripto demi harapan lebih baik, kini harus memulai dari nol—bahkan ada yang tak sanggup memulai lagi.
Tak heran jika pernyataan bersama dari ketiga negara itu terdengar getir: “Kelompok Lazarus terus menunjukkan perilaku jahat di dunia maya. Mereka mencuri mata uang kripto, menyasar platform pertukaran, penyedia layanan aset digital, dan pengguna individu.”
Ironisnya, banyak perusahaan bahkan tidak sadar bahwa mereka sudah mempekerjakan tenaga IT dari Korea Utara—tanpa tahu bahwa mereka sedang memberi kunci brankas pada pencuri. (*)