“Auuuuu…dzubillahiminasyaitonirojim. Bener enggak? Hewan apa itu berarti?” tanyanya.
“Serigala,” celetuk si bocah, dan Galih Loss membenarkannya.
Meski dikemas dengan humor dan candaan, namun konten Galih Loss tersebut menuai kecaman dari berbagai pihak.
Baca Juga: Ini Jamaah Calon Haji Tertua dan Termuda di Pematangsiantar
Pengguna media sosial, Reza, menilai bahwa batasan humor dan penistaan agama kerap kabur dalam beragam konten kreator media sosial.
“Banyak kreator yang berlindung di balik kata ‘candaan’ ketika melanggar norma dan etika. Ini jelas sudah melampaui batas,” tuturnya.
Sementara itu, warganet lainnya, Rosyid, menegaskan bahwa konten serupa dapat merusak tatanan sosial di masyarakat.
“Sudah berulang kali para kreator diingatkan untuk tidak melanggar norma dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Sayangnya, masih saja ada yang nekat melakukannya demi mencari sensasi,” ungkapnya.
Polemik seputar Galih Loss ini sekali lagi menyorot perlunya aturan dan filter yang lebih ketat dalam industri konten kreator. (*)