BARAK.ID – Penangkapan Hendri Cahaya Putra, pelaku rudapaksa terhadap puluhan anak di Tapanuli Tengah, membuka tabir tentang dampak psikologis yang mendalam dan berkepanjangan pada para korban. Kasus ini, yang sempat mengguncang masyarakat Indonesia, menyoroti kebutuhan mendesak untuk perlindungan dan pemulihan psikologis anak-anak yang terdampak.
Dampak Psikologis Mendalam pada Korban Rudapaksa Hendri Cahaya Putra
Dilansir Barak.id, Kamis (7/12/2023), para korban, yang umurnya berkisar antara 7 hingga 14 tahun, mengalami trauma psikologis berat akibat perbuatan Hendri.
Baca Juga: Hendri Cahaya Putra Predator Anak Sorkam Ditangkap, Sempat DPO Kasus Cabul
Dengan modus menawarkan permainan game melalui handphone, Hendri berhasil menjerat anak-anak ini dalam lingkaran kejahatan seksual di kediamannya sendiri. Kapolres Tapanuli Tengah, AKBP Basa Emdem Banjarnahor, mengungkap bahwa para korban tidak hanya mengalami kekerasan fisik, tetapi juga luka psikologis yang mendalam.
Baca Juga: Operasi Pencarian Korban Erupsi Gunung Marapi Resmi Berakhir: Total Korban Tewas 23 Orang
Salah satu korban, berinisial HZ, yang berusia 10 tahun, membuka pintu terungkapnya kasus ini setelah menceritakan pengalamannya kepada orang tuanya. Cerita HZ adalah cerminan dari kisah-kisah pilu yang dialami oleh puluhan anak lainnya.
Baca Juga: Modus Licik Hendri Cahaya Putra Kelabui 30 Anak Laki-Laki di Sorkam
Kekerasan seksual yang dialami oleh anak-anak ini bukan hanya menyebabkan rasa sakit fisik, tetapi juga menimbulkan trauma psikologis yang berpotensi berlangsung jangka panjang.
Polisi, setelah menerima laporan dari para orang tua, melakukan penyelidikan menyeluruh termasuk pemeriksaan visum terhadap tujuh anak di bawah umur korban sodomi di RSUD Sibolga. Langkah ini penting tidak hanya dalam proses hukum, tetapi juga dalam mendokumentasikan dampak fisik dan psikologis yang dialami korban.
Baca Juga: Hendri Cahaya Putra Menyamar di Balik Topeng Kecerdasan dan Religiusitas
Kasus Hendri Cahaya Putra menyoroti pentingnya dukungan psikologis dan rehabilitasi bagi anak-anak yang menjadi korban kejahatan seksual. Pemulihan mereka melibatkan lebih dari sekadar penanganan fisik; ada kebutuhan mendesak untuk intervensi psikologis yang bertujuan memulihkan kesehatan mental dan kepercayaan diri para korban, agar mereka dapat melanjutkan kehidupan dengan normal kembali. (*)