Sementara di kota Jingui, pihak berwenang melaporkan bahwa mereka telah “memperbaiki” lebih dari 130 situs “dengan fitur arsitektur Islam”.
Kebijakan konsolidasi masjid yang meresahkan ini tidak terbatas pada wilayah Ningxia dan Gansu. Institut Kebijakan Strategis Australia memperkirakan bahwa sekitar 65% dari 16.000 masjid di Xinjiang telah hancur atau rusak sejak tahun 2017.
Partai Komunis China (PKC) telah lama menjalankan kebijakan ketat terhadap agama dan etnis minoritas China. Sejak tahun 2016, ketika Presiden China Xi Jinping menyerukan sinisasi terhadap agama-agama, perubahan yang cepat dan intensitas dalam penutupan masjid telah meningkat.
Pada April 2018, Beijing mengeluarkan arahan yang menginstruksikan pejabat pemerintah untuk “mengontrol secara ketat pembangunan dan tata letak tempat kegiatan Islam” serta “mematuhi prinsip menghancurkan lebih banyak dan mengurangi bangunan”.
Baca Juga: RS Indonesia di Gaza Dihantam Rudal Israel, 8 Tewas
Ketegangan juga terjadi pada Mei tahun yang sama, ketika ratusan polisi bentrok dengan pengunjuk rasa di sebuah kota Muslim Hui di provinsi Yunnan, barat daya China. Bentrokan tersebut terjadi karena upaya untuk membongkar sebagian dari sebuah masjid penting setempat.
Tindakan kontroversial China dalam menutup atau mengubah masjid dan pembatasan terhadap praktik agama minoritas semakin menjadi sorotan internasional. Komunitas internasional dan organisasi hak asasi manusia terus mengawasi perkembangan ini dan menyuarakan keprihatinan mereka terkait pelanggaran hak agama dan kultural di China. (*)