BARAK.ID – Dalam labirin sejarah Nusantara, terdapat kisah-kisah kepemimpinan yang merentang luas, menembus batas geografis dan zaman, menginspirasi generasi.
Sangnaualuh Damanik: Jejak Sejarah Raja Siantar
Salah satu episodenya adalah perjalanan hidup Sangnaualuh Damanik, raja ke-14 Kerajaan Siantar.
Lahir dari rahim sejarah yang kaya, beliau tidak hanya menjadi simbol kekuatan dan keadilan di tanah kelahirannya, tapi juga menebar pengaruhnya hingga ke Bengkalis, Riau.
Kisah ini bukan sekadar tentang kebesaran seorang raja, namun juga tentang bagaimana nilai-nilai kepemimpinan dan kearifan lokal dapat menjadi pelita dalam kegelapan masa penjajahan, serta menjadi sumber inspirasi bagi generasi mendatang.
Baca Juga: Jejak Eddy Silitonga: Dari Pematang Siantar jadi Kondektur Bus Hingga Ikon Musik Indonesia
Perjalanan Sejarah Sang Naualuh Damanik
Sangnaualuh Damanik, yang mengukir jejak kepemimpinan dan pengaruh yang melebar hingga ke Bengkalis, Riau.
Lahir pada tahun 1871 di dalam kerajaan yang kaya akan tradisi dan budaya, Sangnaualuh tidak hanya dikenal sebagai raja ke-14 Kerajaan Siantar, tetapi juga sebagai figur yang mampu merentang jembatan antar zaman dan ruang, membawa pemikiran serta ajarannya hingga ke daerah pengasingannya.
Rumah Bolon, istana yang menjadi saksi bisu kejayaan dan awal perjalanan Sangnaualuh, berdiri di Pamatang, sekarang bagian dari Kelurahan Simalungun, Kota Pematangsiantar.
Namanya yang harum tercatat tidak hanya di kalbu masyarakat Siantar dan Simalungun, namun kisah dan perjuangannya meresap hingga ke Bengkalis, tempat dimana ia menutup mata, meninggalkan dunia pada 9 Februari 1913.
Baca Juga: Jejak Dick Sudirman: Bapak Bulu Tangkis Indonesia dari Pematang Siantar
Dikutip Barak.id via TribunWiki, Jumat (29/3/2024), Tuan Rudi Damanik, seorang keturunan yang memiliki garis darah langsung dengan Sangnaualuh melalui Tuan Itam Damanik, pamannya, menceritakan jejak sejarah sang Raja Siantar.
Tuan Rudi, menceritakan sejarah yang melalui tempat-tempat yang pernah dilewati Sangnaualuh, mulai dari Pesanggrahan yang menjadi tempat bermusyawarah para raja, kompleks Jorat yang menjadi pusat tradisi dan kepercayaan kerajaan, hingga ke Rumah Batu, simbol kekuasaan dan kebijaksanaan Kerajaan Siantar.
Pada usia sembilan tahun, Sangnaualuh harus menghadapi kenyataan pahit atas kepergian ayahandanya, namun belum cukup usia untuk mengemban amanah sebagai raja.
Barulah pada tahun 1888, di umurnya yang ke-17, Sangnaualuh dinobatkan menjadi Raja Siantar, memulai era kepemimpinan yang penuh tantangan, terutama dari penjajahan Belanda yang mulai menggurita di Hindia Belanda.
Baca Juga: Jejak Adrian Pangarapan Damanik: Dari Pematang Siantar ke Puncak Karier di TNI-AU
Diasingkan ke Bengkalis
Menolak tunduk pada kebijakan kolonial yang merugikan rakyat, Sangnaualuh berdiri tegak menentang Belanda, menolak perjanjian Korte Verklaring yang merugikan.