BARAK.ID – Dalam era digital saat ini, fenomena di mana orang lebih suka merekam kejadian kecelakaan daripada memberikan pertolongan kepada korban semakin mencuat ke permukaan.
Orang Lebih Suka Merekam Kecelakaan daripada Memberi Pertolongan
Meskipun merekam kejadian bisa jadi memiliki nilai informatif dan dokumentatif, ketidakhadiran tindakan langsung di tempat kejadian menimbulkan pertanyaan mendalam tentang motivasi dan perilaku sosial kita.
Berikut adalah berbagai faktor yang mempengaruhi kecenderungan ini, serta dampak sosialnya terhadap masyarakat.
Pengaruh Teknologi dan Media Sosial
Di era digital, perangkat ponsel pintar dengan kamera berkualitas tinggi telah menjadi barang sehari-hari.
Teknologi ini memungkinkan siapa saja untuk merekam dan membagikan momen-momen penting secara real-time.
Media sosial, dengan algoritma yang memprioritaskan konten yang menarik dan viral, memperkuat dorongan untuk mengabadikan kejadian-kejadian dramatis.
Menurut Dr. Amanda Levendowski, seorang ahli psikologi sosial dari University of California,
“Media sosial telah menciptakan platform di mana individu merasa terdorong untuk mempublikasikan momen-momen yang bisa mendapatkan perhatian, sering kali mengorbankan tindakan langsung,” ujar Amanda Levendowski, seorang ahli psikologi sosial dari University of California.
Ketika kejadian kecelakaan terjadi, banyak orang merasa dorongan untuk merekam dan membagikannya, berharap mendapatkan perhatian, like, dan komentar dari audiens mereka.
Baca Juga: Penyebab Angin Duduk, Gejala, dan Kaitannya dengan Masalah Empedu
Rasa Aman dan Risiko Hukum
Beberapa orang mungkin merasa ragu untuk terlibat dalam situasi kecelakaan karena kekhawatiran terhadap risiko pribadi.
Tindakan pertolongan pertama, jika tidak dilakukan dengan benar, dapat menimbulkan tanggung jawab hukum.
Di beberapa negara, memberikan bantuan tanpa keahlian yang memadai dapat dianggap sebagai tindakan malpraktik.
Menurut data dari American Red Cross, sekitar 80% orang yang menyaksikan kecelakaan tidak memberikan pertolongan karena ketidakpastian dan takut menghadapi masalah hukum.
Hal ini didorong oleh kekhawatiran tentang kemungkinan tuduhan atau dampak negatif dari tindakan mereka.
“Ketidakpastian hukum sering kali menghambat tindakan orang untuk memberikan bantuan langsung,” kata Michael Cohen, seorang pengacara spesialis hukum kesehatan Amerika.
Desensitisasi Terhadap Kekerasan
Kecenderungan untuk merekam daripada menolong juga bisa terkait dengan desensitisasi terhadap kekerasan dan tragedi.
Paparan terus-menerus terhadap berita kekerasan dan kejadian tragis di media sosial dapat membuat individu menjadi kurang peka terhadap situasi darurat yang mereka saksikan.
Mereka mungkin merasa kurang terhubung secara emosional dengan korban.
Paparan konstan terhadap konten kekerasan dapat mengurangi rasa empati dan mengubah cara kita merespons situasi darurat.
Proses desensitisasi ini mengarah pada penurunan tingkat kepedulian dan peningkatan kecenderungan untuk hanya mengamati tanpa bertindak.
Kurangnya Pengetahuan dan Keterampilan
Kurangnya pengetahuan tentang cara memberikan pertolongan pertama juga merupakan faktor penting.
Banyak orang merasa tidak percaya diri atau tidak memiliki keterampilan yang diperlukan untuk menangani situasi kecelakaan dengan efektif.
Ketidakpastian tentang cara memberikan bantuan yang benar membuat mereka memilih untuk merekam kejadian daripada berisiko membuat situasi menjadi lebih buruk.
Program pelatihan pertolongan pertama dari organisasi seperti Palang Merah menunjukkan bahwa pengetahuan yang memadai dapat meningkatkan kecenderungan seseorang untuk bertindak.
Pelatihan yang tepat dapat memberikan rasa percaya diri dan keterampilan yang diperlukan untuk memberikan pertolongan dalam situasi darurat.
Pengaruh Budaya Populer dan Media
Budaya populer dan media juga memainkan peran penting dalam mempengaruhi perilaku masyarakat.
Film dan acara TV sering kali menampilkan adegan dramatis yang menekankan aksi heroik atau momen viral.
Paparan yang terus-menerus terhadap konten tersebut dapat membentuk ekspektasi dan perilaku orang dalam situasi nyata.
Media sering kali mempromosikan ide bahwa konten yang dramatis dan menarik lebih berharga daripada tindakan nyata.
Ketika orang melihat bagaimana media memperlakukan momen-momen viral, mereka mungkin merasa terdorong untuk merekam kejadian sebagai cara untuk mendapatkan perhatian dan pengakuan.
Kurangnya Kepedulian Sosial
Kurangnya kepedulian sosial atau empati juga merupakan faktor yang mempengaruhi kecenderungan ini.
Dalam beberapa kasus, individu mungkin merasa terputus dari situasi atau perasaan orang lain, sehingga mereka kurang termotivasi untuk bertindak.
Fenomena ini sering kali diperburuk oleh anonimitas yang diberikan oleh media sosial.
Empati adalah faktor kunci dalam memotivasi tindakan.
Ketika orang merasa terputus dari pengalaman orang lain, mereka lebih cenderung untuk menjadi penonton pasif daripada peserta aktif.
Upaya untuk Mengatasi Masalah
Untuk mengatasi fenomena ini, penting untuk meningkatkan kesadaran dan pendidikan tentang pentingnya memberikan pertolongan.
Program pelatihan pertolongan pertama yang efektif dan kampanye kesadaran dapat membantu mempersiapkan masyarakat untuk bertindak dengan percaya diri dan efektif dalam situasi darurat.
Mengembangkan kesadaran sosial tentang nilai empati dan tanggung jawab bersama juga penting.
Dengan mempromosikan kepedulian sosial dan memberikan pengetahuan yang diperlukan, kita dapat menciptakan budaya di mana memberikan pertolongan menjadi prioritas.
Fenomena di mana orang lebih memilih untuk merekam kejadian kecelakaan daripada memberikan pertolongan adalah hasil dari berbagai faktor, termasuk dorongan untuk dokumentasi digital, rasa aman dan risiko hukum, desensitisasi terhadap kekerasan, kurangnya pengetahuan, serta pengaruh budaya populer.
Meskipun teknologi dan media sosial memberikan banyak manfaat, mereka juga mempengaruhi perilaku sosial dengan cara yang kompleks.
Untuk mengubah pola ini, penting untuk fokus pada pendidikan, kesadaran sosial, dan pengembangan empati dalam masyarakat.
Hanya dengan pendekatan yang komprehensif kita dapat menciptakan perubahan positif dalam cara kita merespons situasi darurat. (*)