BARAK.ID – Jakarta, yang dihuni oleh 11,2 juta jiwa, saat ini menghadapi ancaman serius berupa polusi udara. Menurut data IQAir, sebuah perusahaan teknologi udara dari Swiss, Jakarta termasuk dalam daftar kota dengan tingkat polusi tertinggi di dunia. Kondisi ini telah menimbulkan peningkatan kasus penyakit pernafasan dan kematian, khususnya di Pulau Jawa.
Jakarta Hadapi Ancaman Serius Polusi
Sumber utama polusi di Jakarta meliputi asap kendaraan, pembakaran sampah, emisi industri, dan pembangkit listrik tenaga batu bara. Emisi dari pembangkit listrik ini tidak hanya berkontribusi pada polusi lokal tetapi juga meningkatkan gas rumah kaca di atmosfer. Fokus pada isu ini menjadi salah satu agenda utama dalam KTT Iklim PBB (COP28) yang baru saja berlangsung di Dubai.
Edy Suryana, warga Cilegon yang terletak 97 kilometer dari Jakarta, telah menyaksikan langsung dampak polusi dari pembangkit listrik batu bara yang berada di dekat kampungnya. Ia dan tetangganya mengalami berbagai masalah kesehatan seperti batuk, gatal-gatal, dan masalah pernafasan lainnya, yang mereka yakini disebabkan oleh polusi udara.
Penelitian oleh Vital Strategies, LSM kesehatan global, menyatakan bahwa polusi udara di Jakarta pada tahun 2019 berpotensi menyebabkan lebih dari 10.000 kematian dan 5.000 rawat inap. Dokter Feni Fitriani dari RS Persahabatan menyampaikan bahwa kualitas udara di Jakarta seringkali melebihi indeks yang dianggap aman, menyebabkan peningkatan kasus ISPA dan pneumonia.
Selain mempengaruhi kesehatan, polusi udara di Jakarta juga mempengaruhi kehidupan sehari-hari warganya. Misalnya, Misnar, seorang pedagang kaki lima, harus dirawat di rumah sakit akibat pneumonia akut yang diduga disebabkan oleh polusi udara saat bekerja di luar ruangan.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengakui kompleksitas masalah polusi. Pembakaran batu bara merupakan salah satu penyumbang terbesar polusi udara di negara ini. Meskipun ada janji untuk mengurangi emisi di masa depan, pembangkit listrik tenaga batu bara masih menyediakan sebagian besar kebutuhan energi Indonesia.