BARAK.ID – Data daftar pemilih tetap (DPT) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) diduga dibobol hacker. Sebuah forum online menjadi tempat peredaran data tersebut setelah situs resmi KPU, kpu.go.id, diserang oleh peretas anonim dengan nama “Jimbo”. Dilaporkan bahwa sekitar 204 juta data DPT bocor dan diperjualbelikan di dark web.
204 Juta Data DPT Pemilu 2024 KPU Dibobol Hacker, Dijual Milyaran di Dark Web
Menurut informasi yang diunggah dalam video di kanal Youtube Metro TV pada 29 November 2023, peretas dengan nama “Jimbo” mengaku berhasil memperoleh sekitar 204 juta data pemilih tetap (PTD) dari situs penyelenggara pemilu, KPU. Peretasan ini dilaporkan oleh akun cyber KPU dan terungkap setelah Jimbo mengunggah pesan di Breach Forums, tempat yang kerap digunakan untuk menjual hasil peretasan.
Baca Juga: Pisau Tertancap di Mulut, Seorang Cleaning Service Ditemukan Tewas Mengenaskan di Gresik
Data Yang Diretas
Peretasan tersebut mengakibatkan terbocornya data pribadi yang cukup penting, seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK), Nomor Kartu Keluarga (KK), kode KTP, serta nomor paspor bagi pemilih di luar negeri. Selain itu, informasi lain seperti nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, alamat lengkap, dan kode kecamatan juga terdapat dalam data yang diretas.
Pakar keamanan siber dari Pusat Penelitian Keamanan Sistem Informasi dan Komunikasi (CISSReC) Pratama Persadha, menegaskan bahwa peretasan tersebut terjadi melalui akses login sebagai administrator KPU dari domain sidalih.kpu.go.id. Metode yang diduga digunakan antara lain phishing, rekayasa sosial, atau melalui malware.
Baca Juga: Ribuan Buruh Gelar Aksi Demo Menolak Kenaikan Upah di Jawa Barat
Menurut Pratama, jika Jimbo benar-benar mendapatkan informasi login sebagai administrator, maka hal ini sangat berbahaya. Pasalnya, akun admin dapat digunakan untuk mengubah hasil ringkasan perolehan suara pemilu, yang dapat mengganggu proses demokrasi.
Kebocoran data DPT Pemilu 2024 ini dapat menimbulkan dampak yang sangat luas, terutama terkait dengan kerahasiaan data pribadi warga negara. Selain itu, hal ini juga dapat mengancam integritas dan keamanan proses demokrasi yang sedang berlangsung. (*)