PEMATANG SIANTAR, BARAK.ID – Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) merupakan peristiwa yang terus menghantui Indonesia, dengan kerusakan ekologi, ekonomi, sosial, budaya, dan politik sebagai dampaknya. Kondisi ini terutama mencuat saat musim kemarau tiba, dan hampir tiap tahun kebakaran hutan terjadi.
GMKI Siantar-Simalungun Soroti Kebakaran Hutan
Meskipun alam (seperti petir atau lava gunung berapi) dapat menjadi penyebabnya, sebagian besar kebakaran hutan disebabkan oleh kelalaian atau kesengajaan manusia, terutama dalam upaya perusahaan perkebunan dan kehutanan yang ilegal membuka lahan secara besar-besaran, baik untuk pertanian, kehutanan, maupun perkebunan.
Tiopan Sianipar, Wakil Sekretaris Bidang Fungsionaris Masyarakat Badan Pengurus Cabang Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (BPC GMKI) Pematangsiantar-Simalungun, memberikan contoh yang mencolok tentang dampak serius Karhutla.
Baru-baru ini, kebakaran hutan terjadi di kawasan Gunung Bromo, dan ditemukan bahwa kebakaran ini berasal dari penggunaan flare untuk foto pre-wedding, yang secara tak terduga memicu munculnya api di tengah padang savana. Kejadian ini menyuarakan kerugian besar yang dapat mewakili dampak Karhutla pada tingkat nasional.
Pembakaran lahan (land clearing) dan transformasi hutan menjadi perkebunan melalui metode membakar sisa-sisa tumbuhan menjadi metode yang paling murah, mudah, dan efisien. Namun, ketika pembakaran ini tidak terkendalikan, api dengan cepat merambat dan mengakibatkan kebakaran yang meluas. Faktor cuaca seperti angin, suhu, curah hujan, dan kelembaban relatif juga berperan penting dalam terjadinya Karhutla.
Tiopan Sianipar memberikan imbauan kepada masyarakat untuk berhati-hati dan mempertimbangkan penggunaan barang-barang mudah terbakar, terutama di daerah padang rumput dan hutan. Hal ini menjadi langkah penting dalam mencegah kerugian besar yang dapat terjadi.
Faktor topografi juga memegang peran kunci dalam terjadinya Karhutla, yang melibatkan kemiringan lereng, arah lereng, dan medan. Semua faktor ini mempengaruhi perilaku api dalam kebakaran hutan dan lahan. Oleh karena itu, upaya untuk mengatasi Karhutla memerlukan pendekatan serius yang melibatkan banyak pihak.
Kebakaran hutan telah menjadi masalah yang rutin terjadi di Indonesia, terutama pada musim kemarau. Dampak dari Karhutla tidak hanya berhenti pada daerah kejadian, tetapi juga berdampak pada negara-negara tetangga. Selain asap yang mengganggu kesehatan masyarakat dan sarana transportasi, dampak negatif lainnya termasuk kerusakan ekologis, penurunan keanekaragaman hayati, hilangnya nilai ekonomi hutan, produktivitas tanah yang merosot, serta perubahan iklim di tingkat mikro dan global.
Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), luas Karhutla di seluruh Indonesia mencapai angka 1.649.258 hektar pada tahun 2019. Di Provinsi Kalimantan Tengah, luas Karhutla pada tahun yang sama mencapai 317.749 hektar.
Dampak dari Karhutla tidak hanya memengaruhi kualitas hidup dan kesehatan masyarakat, tetapi juga berdampak pada negara tetangga. KLHK telah mengambil langkah-langkah penguatan dalam penegakan hukum dan pengawasan, termasuk keterlibatan Pemerintah Daerah (Pemda) dan penegakan hukum multidoor.
Selain itu, KLHK juga meningkatkan sistem pemantauan melalui Intelligence Center di Direktorat Jenderal Penegakan Hukum LHK. Sekretaris Jenderal KLHK, Bambang Hendroyono, menekankan perlunya sinergi program antar lembaga dalam mengendalikan Karhutla. Hal ini mencakup Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, serta Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia KLHK.
Lily Sandy Munthe, Sekretaris Cabang GMKI Pematangsiantar-Simalungun, menekankan pentingnya upaya serius untuk mengatasi Karhutla, terutama untuk melindungi wilayah Simalungun.
Lily mengingatkan bahwa Karhutla bukanlah masalah sepele, karena dampak negatifnya meliputi penyebaran asap, emisi gas karbondioksida, dan gas lainnya ke udara, yang berkontribusi pada pemanasan global dan perubahan iklim. Selain itu, Karhutla juga dapat merusak ekosistem, menyebabkan banjir, dan tanah longsor. Daerah Simalungun yang dikelilingi oleh hutan, lahan, dan perkebunan memiliki potensi besar untuk terkena dampak Karhutla.
Baca Juga: Wali Kota Pematang Siantar dan Ketua Dekranasda Sambut Rombongan Istimewa dari Seluruh Nusantara
Mengingat bahwa setiap tahun Karhutla merugikan negara dengan biaya penanganan yang tidak sedikit, perlu ditempuh langkah-langkah investasi jangka panjang dalam infrastruktur, sistem pengelolaan, dan melibatkan peran serta masyarakat. Pembakaran hutan dan lahan sekarang dianggap sebagai tindak pidana serius, dengan hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda sebesar 10 miliar Rupiah, sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2014 Pasal 48 Ayat 1. Upaya pencegahan dan penanggulangan Karhutla harus dilakukan secara bersama-sama untuk menjaga hutan dan lahan kita.
Upaya untuk mengatasi Karhutla di Indonesia memerlukan kerja sama antara pemerintah, lembaga lingkungan, masyarakat, dan semua pihak yang peduli terhadap masa depan lingkungan. Kebakaran hutan dan lahan bukanlah masalah lokal, tetapi memiliki dampak yang luas, mempengaruhi banyak aspek kehidupan, termasuk ekologi, ekonomi, sosial, dan politik. Dengan langkah-langkah yang tepat, kita dapat melindungi lingkungan dan masyarakat kita dari dampak destruktif Karhutla. (*)