BARAK.ID – Dalam beberapa tahun terakhir, konsep kepemilikan aset telah meluas ke ranah digital.
Properti virtual—seperti tanah, gedung, atau bahkan galeri seni di platform metaverse—kini dijual dengan harga mencapai puluhan miliar rupiah.
Pada 2021, sebidang tanah ‘hantu’ (virtual) di Decentraland dibeli oleh Republic Realm senilai $2,4 juta (sekitar Rp35 miliar).
Fenomena ini menandai lahirnya era baru di mana aset digital tidak hanya bernilai estetika, tetapi juga menjadi instrumen investasi yang menjanjikan.
Bagaimana properti virtual bisa mencapai nilai fantastis? Apa implikasinya bagi bisnis dan masyarakat? Simak analisis lengkapnya dalam artikel ini.
Artikel Terkait: Investasi Emas Tidak Selalu Jadi Pilihan Paling Aman
Apa Itu Properti Virtual?
Properti virtual merujuk pada aset digital yang dimiliki, diperjualbelikan, atau dikembangkan di dunia virtual berbasis blockchain.
Aset ini umumnya berbentuk tanah, bangunan, atau ruang eksklusif di platform metaverse seperti Decentraland, The Sandbox, atau Cryptovoxels.
Kepemilikan aset ini tercatat secara transparan melalui teknologi NFT (Non-Fungible Token), yang menjamin keaslian dan kepemilikan eksklusif.
Beberapa karakteristik utama properti virtual:
- Kepemilikan Terdesentralisasi: Diatur oleh blockchain, sehingga tidak dikontrol oleh otoritas tunggal.
- Interoperabilitas: Aset dapat digunakan di berbagai platform metaverse.
- Potensi Monetisasi: Pemilik bisa menyewakan, mengembangkan, atau mengadakan acara di properti tersebut.
Mengapa Properti Virtual Bernilai Miliaran?
1. Kelangkaan dan Lokasi Strategis
Seperti properti fisik, lokasi adalah faktor kunci. Tanah virtual di dekat “pusat kota” metaverse atau area ramai pengunjung memiliki harga lebih tinggi.
Platform seperti Decentraland hanya menyediakan 90.601 plot tanah, menciptakan kelangkaan buatan yang mendongkrak nilai.
2. Ledakan Investasi di Sektor Metaverse
Berdasarkan laporan Grayscale, pasar metaverse berpotensi mencapai $1 triliun pada 2030.
Investor institusi dan individu ramai-ramai membeli aset virtual untuk mengantisipasi pertumbuhan ini.
3. Branding dan Peluang Bisnis
Perusahaan seperti Nike, Adidas, dan Gucci telah membangun “kantor virtual” di metaverse untuk menjangkau generasi muda.
Pada 2022, Samsung meluncurkan Samsung 837X di Decentraland sebagai pusat eksperiensial produk terbarunya.
4. Ekonomi Kreatif dan Event Digital
Properti virtual digunakan untuk konser, pameran seni, atau acara komunitas.
Contohnya, konser virtual Travis Scott di Fortnite yang ditonton 12 juta orang.
Pemilik tanah bisa menghasilkan pendapatan dari tiket, sponsor, atau iklan.
Kisah Sukses: Properti Virtual yang Laku Miliaran
Berikut contoh nyata properti virtual yang terjual dengan harga fantastis:
- Republic Realm di Decentraland (2021): Perusahaan investasi ini membeli 259 plot tanah seharga $2,4 juta untuk membangun pusat perbelanjaan virtual.
- Snoop Dogg’s Virtual Mansion (2022): Rumah virtual rapper ini di The Sandbox laku Rp14 miliar. Pembeli juga mendapat akses eksklusif ke konser privatnya.
- Adidas Originals di The Sandbox (2021): Adidas membeli tanah virtual senilai Rp23 miliar untuk meluncurkan koleksi NFT.
Tantangan dan Risiko Investasi Properti Virtual
Meski menjanjikan, investasi properti virtual tidak lepas dari risiko:
- Volatilitas Harga: Nilai aset digital rentan fluktuasi. Pada 2022, harga tanah di Decentraland turun 80% dari puncaknya.
- Ketidakpastian Regulasi: Hingga kini, belum ada payung hukum jelas yang mengatur kepemilikan dan transaksi aset virtual di banyak negara, termasuk Indonesia.
- Risiko Keamanan: Kasus peretasan atau penipuan NFT masih marak. Pada 2021, platform Vulcan Forged diretas dengan kerugian Rp140 miliar.
- Ketergantungan Teknologi: Platform metaverse memerlukan infrastruktur internet dan perangkat pendukung (seperti VR) yang memadai.
Masa Depan Properti Virtual: Tren dan Prediksi
1. Integrasi dengan Teknologi Lain
Properti virtual akan semakin imersif dengan dukungan VR (Virtual Reality), AR (Augmented Reality), dan AI. Meta (perusahaan induk Facebook) telah menginvestasikan $10 miliar untuk pengembangan metaverse.
2. Penggunaan di Sektor Pendidikan dan Kesehatan
Selain hiburan, metaverse berpotensi digunakan untuk simulasi pelatihan medis atau ruang kelas virtual.
3. Ekosistem yang Lebih Terbuka
Interoperabilitas antar-platform akan memungkinkan pengguna membawa aset digital mereka ke berbagai metaverse tanpa batasan.
4. Partisipasi Pemerintah dan Swasta
Negara seperti Korea Selatan dan Uni Emirat Arab telah mulai mengembangkan kebijakan dan infrastruktur pendukung metaverse.
Apakah Properti Virtual Layak Dipertimbangkan?
Properti virtual telah membuka babak baru dalam sejarah ekonomi digital.
Di satu sisi, aset ini menawarkan peluang investasi inovatif dan cara baru berinteraksi secara global.
Di sisi lain, volatilitas dan risiko teknisnya tidak boleh diabaikan.
Bagi investor, kunci utama adalah riset mendalam, diversifikasi portofolio, dan kesiapan menghadapi perubahan pasar.
Sementara bagi pelaku bisnis, metaverse adalah kanal baru untuk memperluas audiens dan membangun ekosistem pelanggan yang loyal.
Satu hal pasti: properti virtual bukan sekadar tren sesaat, melainkan cerminan evolusi teknologi yang terus mengubah cara kita memandang nilai, kepemilikan, dan ruang. (*)
Disclaimer:
Informasi dalam artikel ini disajikan untuk tujuan edukasi dan informasi umum semata. Konten tidak dimaksudkan sebagai saran, rekomendasi, atau ajakan untuk membeli/menjual instrumen investasi tertentu. Setiap keputusan investasi merupakan tanggung jawab pribadi investor dan harus disesuaikan dengan tujuan finansial, profil risiko, serta kondisi keuangan masing-masing individu.