BARAK.ID – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali mencatatkan pelemahan signifikan dan mencetak rekor terburuk sepanjang sejarah perdagangan.
Rupiah Ngesot, Dolar AS Ngangkang di Puncak!
Pada awal pekan ini, Senin (7/4), rupiah dibuka anjlok di posisi Rp16.898 per dolar AS.
Ini berarti terjadi penurunan tajam sebesar 1,47 persen dibandingkan dengan penutupan perdagangan akhir pekan sebelumnya di angka Rp16.653 per dolar AS.
Pelemahan ini menjadikan rupiah sebagai mata uang dengan kinerja paling buruk di kawasan Asia untuk sesi perdagangan pagi hari.
Dalam kurun waktu singkat, posisi rupiah merosot ke titik yang belum pernah tercapai sebelumnya, mengindikasikan tekanan serius yang sedang dihadapi ekonomi nasional dalam konteks global yang tidak menentu.
Rupiah Terpukul Paling Dalam
Data perdagangan menunjukkan, hingga pukul 09.00 WIB, sebagian besar mata uang Asia mengalami depresiasi terhadap dolar AS.
Namun, pelemahan rupiah tergolong paling tajam dibandingkan mata uang regional lainnya.
Dolar Taiwan berada di urutan kedua dengan pelemahan 0,76 persen, diikuti ringgit Malaysia dan peso Filipina yang sama-sama mencatatkan penurunan sekitar 0,74-0,75 persen.
Mata uang Korea Selatan, won, juga melemah 0,51 persen, sementara baht Thailand turun 0,49 persen.
Di sisi lain, dolar Singapura relatif stabil, hanya terkoreksi tipis 0,07 persen.
Uniknya, yen Jepang justru mencatat penguatan terbesar di kawasan dengan kenaikan 0,49 persen terhadap dolar AS.
Dolar Hong Kong juga mengalami apresiasi ringan sebesar 0,04 persen.
Kondisi ini menunjukkan bahwa rupiah berada dalam tekanan tersendiri yang tidak hanya bersifat regional, tetapi juga mencerminkan sentimen negatif investor terhadap prospek jangka pendek ekonomi Indonesia.
Faktor Global Memicu Tekanan
Sejumlah analis menilai bahwa pelemahan rupiah kali ini dipicu oleh kombinasi faktor eksternal yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
Salah satunya adalah ketidakpastian terkait arah kebijakan moneter bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), yang masih mempertahankan sikap hawkish terhadap suku bunga.
Pasar masih merespons potensi kenaikan suku bunga lanjutan dari The Fed, ditambah dengan ketegangan geopolitik yang meningkat di berbagai kawasan seperti Timur Tengah dan Eropa Timur.
Ini mendorong pelarian modal ke aset-aset safe haven seperti dolar AS.
Investor cenderung mengambil posisi defensif dan menarik dana dari pasar negara berkembang termasuk Indonesia, sehingga menambah tekanan pada mata uang lokal.
Dampak Terhadap Ekonomi Domestik
Pelemahan tajam rupiah tentu tidak berdampak ringan terhadap perekonomian nasional.
Sektor impor menjadi salah satu yang paling terdampak, mengingat biaya pembelian barang dari luar negeri otomatis meningkat.
Ini pada gilirannya dapat memicu kenaikan harga barang konsumsi dan meningkatkan tekanan inflasi.
Jika tren pelemahan rupiah berlanjut, beban utang luar negeri dalam denominasi dolar AS juga akan membengkak.