BARAK.ID – Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia se-Indonesia VIII menyatakan bahwa pengucapan salam adalah doa yang bersifat ibadah dan harus mengikuti ketentuan syariat Islam.
MUI Nilai Salam Lintas Agama Haram, Menag Yaqut: Salam Demi Toleransi, Bukan Campur Akidah
Oleh karena itu, pengucapan salam yang berasal dari agama lain dianggap haram bagi umat Islam.
“Pengucapan salam yang berdimensi doa khusus agama lain oleh umat Islam hukumnya haram,” demikian bunyi putusan tersebut.
Acara Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ini dihadiri oleh 654 peserta dari berbagai kalangan ulama.
Baca Juga: Polda Kalsel Tegas Tangani Kasus Miming Si Pengendali Narkoba dari Jarak Jauh
Meskipun telah ada fatwa haram dari MUI, Menag Yaqut tetap mendorong terciptanya toleransi antarumat beragama di Indonesia.
Menurutnya, pengucapan salam lintas agama adalah salah satu wujud nyata dari toleransi tersebut.
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas merespons tegas putusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII yang mengharamkan umat Islam mengucapkan salam dari agama lain.
Menurutnya, pengucapan salam lintas agama adalah upaya penting dalam menjaga toleransi di Indonesia yang beragam, dan tidak perlu dipandang dari segi ibadah semata.
“Pengucapan salam lintas agama merupakan praktik baik untuk menjaga toleransi. Tidak semuanya harus dikaitkan dengan hal-hal ubudiyah. Lihatlah dari sisi sosiologis, bukan hanya teologis,” kata Yaqut, Selasa (4/6).
Menag Yaqut menekankan bahwa pengucapan salam lintas agama tidak mengancam keimanan seseorang.
Ia mencontohkan Nabi Muhammad SAW yang pernah mengucapkan salam kepada non-Muslim sebagai bukti bahwa tindakan tersebut tidak mencampuradukkan akidah.
“Nabi Muhammad SAW juga pernah mengucapkan salam kepada umat non-Muslim. Apakah itu mencampuradukkan akidah? Tidak. Maka dari itu, tidak semua hal harus dibahas dalam ranah teologis saja,” jelas Yaqut.
Lebih lanjut, Yaqut menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara dengan keragaman yang luar biasa. Dalam konteks keindonesiaan yang kaya akan budaya, ras, dan agama, saling menghormati adalah kunci.
“Ada ranah sosiologis yang harus kita pertimbangkan, terutama dalam konteks keindonesiaan. Kita harus saling menghormati, dan salah satu caranya adalah dengan mengucapkan salam lintas agama. Saya kira itu tidak perlu dipermasalahkan,” tambahnya.
Yaqut menegaskan bahwa pengucapan salam lintas agama bukanlah bentuk pencampuran akidah.
Ia meyakini bahwa ini adalah cara efektif untuk mempromosikan kerukunan antarumat beragama di Indonesia.
Menurutnya, sikap saling menghormati dan toleransi adalah fondasi penting dalam membangun harmoni di tengah masyarakat yang beragam.
Baca Juga: Tapera Bisa Ditarik Saat Pensiun Karena Bukan Iuran Tapi Tabungan
Pengucapan salam lintas agama, menurut Menag Yaqut, harus dipandang sebagai bagian dari upaya menjaga keharmonisan di masyarakat yang plural.
“Tidak perlu selalu dikaitkan dengan aspek teologis. Yang penting adalah bagaimana kita bisa hidup berdampingan dengan damai dan saling menghormati perbedaan,” kata Yaqut.
Dalam konteks sosial Indonesia yang sangat beragam, Menag Yaqut menilai bahwa toleransi adalah nilai yang harus terus dikembangkan.
“Kita hidup dalam masyarakat yang beragam. Toleransi adalah kunci untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa,” ujar Yaqut.
Yaqut juga menambahkan bahwa sikap saling menghormati antarumat beragama adalah bagian dari ajaran Islam.
“Islam mengajarkan untuk saling menghormati. Kita harus menunjukkan bahwa kita bisa hidup bersama dengan damai meskipun berbeda agama,” tambahnya.
Dengan demikian, Menag Yaqut berharap bahwa masyarakat Indonesia dapat melihat pentingnya pengucapan salam lintas agama dalam rangka mempromosikan toleransi dan kerukunan.
“Mari kita fokus pada bagaimana kita bisa hidup berdampingan dengan damai, bukan mencari perbedaan yang bisa memecah belah,” pungkasnya. (*)