BARAK.ID – Pada awal kemunculannya, cryptocurrency sering dianggap sebagai “mainan” atau eksperimen teknologi yang hanya diminati oleh kalangan tertentu.
Namun, dalam satu dekade terakhir, aset digital ini telah menjelma menjadi fenomena global yang mengubah lanskap keuangan, teknologi, dan bahkan kebijakan pemerintah.
Bitcoin, Ethereum, dan ribuan altcoin lainnya kini tidak lagi sekadar bahan candaan, melainkan instrumen investasi, alat transaksi, dan fondasi bagi revolusi Web3.
Artikel ini mengupas perjalanan cryptocurrency dari statusnya sebagai “hiburan” menuju pengakuan sebagai aset finansial serius, serta tantangan yang masih dihadapinya.
Artikel Terkait: Prinsip “Investasi Ramah Lingkungan” yang Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
1. Awal Mula Cryptocurrency: Dari Kode Komputer ke “Mainan” Teknologi
Cryptocurrency pertama, Bitcoin, diluncurkan pada tahun 2009 oleh sosok misterius Satoshi Nakamoto. Kala itu, konsep uang digital terdesentralisasi dianggap terlalu radikal.
Nilai Bitcoin pun hampir nol—pada 2010, seorang programmer bahkan membeli dua pizza dengan 10.000 BTC (senilai miliaran rupiah hari ini).
Komunitas awal cryptocurrency didominasi oleh penggemar teknologi, aktivis privasi, dan “cypherpunks” yang tertarik pada ide kebebasan finansial.
Banyak yang menganggap Bitcoin sebagai proyek eksperimen atau “permainan” berbasis blockchain.
Media massa kerap menyorotnya dengan nada skeptis, menyebutnya sebagai “gelembung spekulatif” atau alat untuk aktivitas ilegal.
Namun, di balik itu, teknologi blockchain yang mendasarinya mulai menarik perhatian.
Desentralisasi, transparansi, dan keamanannya menawarkan solusi bagi masalah kepercayaan dalam sistem finansial tradisional.
2. Faktor yang Mengubah Persepsi: Dari Mainan ke Aset Bernilai
Perubahan status cryptocurrency dari “mainan” ke aset serius dipicu oleh beberapa faktor:
a. Lonjakan Harga Bitcoin dan Altcoin
Antara 2017 dan 2021, harga Bitcoin melesat dari ratusan dolar AS ke level US60.000–US70.000.
Kenaikan ini menarik minat investor ritel dan institusi.
Aset yang dulunya dianggap tidak bernilai kini menjadi komoditas yang diperdagangkan di bursa besar seperti NASDAQ dan CME Group.
b. Adopsi oleh Institusi dan Perusahaan
Perusahaan seperti Tesla, MicroStrategy, dan Square mulai mengalokasikan sebagian aset mereka ke Bitcoin.
Bahkan negara seperti El Salvador menjadikan Bitcoin sebagai alat pembayaran sah.
Institusi keuangan seperti JPMorgan dan Goldman Sachs juga mulai menawarkan layanan terkait crypto.
c. Inovasi Teknologi Blockchain
Munculnya platform seperti Ethereum memperluas fungsi blockchain tidak hanya sebagai mata uang, tetapi juga sebagai basis untuk smart contract, decentralized finance (DeFi), dan NFT.
Teknologi ini membuka peluang baru di sektor keuangan, seni, gaming, dan logistik.
d. Krisis Ekonomi Global
Ketidakpastian ekonomi selama pandemi COVID-19 dan inflasi di berbagai negara mendorong masyarakat mencari aset “safe haven” alternatif selain emas.
Cryptocurrency, terutama Bitcoin, dianggap sebagai “emas digital” yang tahan devaluasi.